Tata Rumah Tangga

BAB I

KEANGGOTAAN, HAK, DAN KEWAJIBAN

Pasal 1

Keanggotaan

Ayat (1)   :  Yang disebut anggota jemaat ialah :

  1. Setiap anak yang lahir dari keluarga Kristen.
  2. Setiap orang yang sudah dibaptis dewasa di hadapan jemaat.
  3. Setiap orang yang sudah dibaptis waktu kecil dan sudah mengaku percaya/sidi di hadapan jemaat.
  4. Setiap orang yang sudah dibaptis waktu kecil.
  5. Setiap orang Kristen yang datang dari suatu jemaat atau tempat lain dan pindah masuk menjadi anggota jemaat GPILdengan surat permintaan atau surat pindah (atestasi).
  6. Setiap orang Kristen yang datang dari suatu jemaat atau tempat lain dan pindah masuk menjadi anggota jemaat GPIL melalui surat pernyataan pribadi.

Ayat (2)   :  Setiap anggota jemaat dicatat dalam buku induk anggota jemaat

Ayat (3)   :  Yang sudah tidak menjadi anggota jemaat :

  1. Telah meninggal dunia
  2. Bila sudah pindah ke lain jemaat dengan bukti surat atestasi atau surat pernyataan pindah .
  3. Sudah mengingkari pengakuan imannya (II Tim. 3:5, 4:10).
  4. Dikeluarkan oleh Majelis Jemaat.

Pasal 2

Perpindahan Anggota Jemaat

Ayat (1)   :  Anggota jemaat dapat pindah ke jemaat GPIL atau gereja lain karena pindah tempat tinggal, alasan keluarga, dan alasan-alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan.

Ayat (2)   :  Perpindahan antar jemaat GPIL

  1. Aggota yang ingin pindah dari satu jemaat  GPIL ke jemaat GPIL lainnya harus mengajukan permohonan kepada majelis jemaat.
  2. Majelis jemaat harus memberikan surat pindah (atestasi) yang ditetapkan oleh MPS, kepada majelis jemaat yang diingini anggota itu, disertai keterangan yang jelas tentang keadaannya sebagai anggota jemaat.
  3. Perpindahan anggota diberitahukan kepada jemaat dalam berita jemaat dua kali hari Minggu berturut-turut dan namanya dicoret dari Buku Induk Kewargaan.
  4. Penerimaan anggota yang pindah dilakukan dengan mencatat pada Buku Kewargaan dan diberitahukan kepada Jemaat dalam berita jemaat dua kali hari Minggu berturut-turut, disertai keterangan yang jelas tentang keadaannya sebagai anggota jemaat.

Ayat (3)   :  Perpindahan ke Gereja lain

  1. Perpindahan anggota ke gereja lain yang saling menerima dan saling mengakui dilakukan seperti yang tertulis di dalam TATA RUMAH TANGGA BAB I Pasal 2 Ayat 2.1-3.
  2. Majelis Jemaat harus memberikan tembusan atestasi kepada anggota yang pindah tersebut.

Ayat (4)   :  Perpindahan Anggota  Gereja lain ke GPIL

  1. Perpindahan anggota jemaat dari gereja lain ke GPIL dilakukan dengan surat pindah anggota (atestasi) atau surat keterangan dari gereja asalnya.
  2. Bila surat pindah anggota (atestasi) atau surat keterangan itu tidak ada, yang bersangkutan mengajukan pindah anggota kepada majelis jemaat asalnya dan tembusan surat permohonan pindah anggota tersebut disampaikan kepada majelis jemaat dimana ia ingin menjadi warga.
  3. Setelah menerima permohonan tersebut, majelis jemaat yang bersangkutan memproses penerimaan anggota dengan ketentuan sebagai berikut :
  4. Majelis jemaat yang bersangkutan memberitahukan secara tertulis kepada majelis jemaat asal calon anggota itu bahwa orang tersebut telah mengajukan surat permohonan menjadi anggota kepadanya dilampiri turunan surat permohonan tersebut.
  5. Majelis jemaat yang bersangkutan mengadakan percakapan gerejawi dengan calon warga.
  6. Bila calon anggota tidak mempunyai surat identitas gerejawi dibutuhkan saksi untuk dapat dipertanggungjawabkan, untuk menguatkan identitas calon anggota tersebut.
  7. Bila ada perbedaan ajaran dengan GPIL, perpindahan anggota jemaat lain ke GPIL dapat dilakukan setelahcalon anggota menyatakan kesediaannya untuk menerima Pengajaran, Tata Dasar, dan Tata Rumah Tangga GPIL.
  8. Bila sebelumnya calon anggota tidak dibaptis dalam Nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus, ia harus menyelesaikan katekisasi di jemaat GPIL dan dibaptis.
  9. Penerimaan anggota baru, dilakukan dengan mencatat dalam Buku Induk Kewargaan dan diberitahukan kepada jemaat dalam berita jemaat dua kali hari minggu berturut-turut dengan menyebutkan keterangan yang jelas.
  10. Bila ia dalam penggembalaan khusus, majelis jemaat yang bersangkutan melanjutkan penggembalaan khusus tersebut sesuai dengan tahapan penggembalaan khusus GPIL.

Pasal 3

Anggota Jemaat yang pindah Agama

Anggota jemaat yang akan  pindah  agama, Majelis  Jemaat melakukan  penggembalaan.  Bila percakapan tersebut tidak membawa hasil dan anggota tersebut sudah menyatakan  diri menjadi pemeluk agama lain, maka kepindahannya tersebut diwartakan kepada  anggota jemaat dalam berita jemaat dua kali hari Minggu berturut-turut dan namanya dicoret di Buku Induk Kewargaan.

BAB II

BAKAL JEMAAT DAN JEMAAT

Pasal 4

Pendewasaan Bakal Jemaat

Ayat (1)   :  Syarat-syarat Pendewasaan Bakal Jemaat ;

  1. Memenuhi ketentuan hakekat jemaat seperti yang tertera dalam Tata Dasar GPIL.
  2. Mampu membiayai program dan kegiatan berjemaat, berklasis, dan bersinode.
  3. Memiliki tempat ibadahsendiri.

Ayat (2)   :  Prosedur Pendewasaan Bakal Jemaat ;

  1. Majelis Jemaat dari Bakal Jemaat yang hendak didewasakan, mengajukan permohonan pendewasaan kepada MPK disertai bukti tertulis telah memenuhi syarat pendewasaan jemaat.
  2. MPK melakukan perkunjungan kemudian melaporkan atas penilaian kesiapan bakal jemaat tersebut menjadi jemaat kepada Sidang Klasis atau Sidang Klasis Tahunan.
  3. Persidangan Klasis atau Sidang Klasis Tahunan mempertimbangkan laporan dan penilaian MPK dan mengambil keputusan menerima atau menolak permohonan Majelis Jemaat itu.
  4. Jika Sidang Klasis atau Sidang Klasis Tahunan menerima permohonan Majelis Jemaat itu, selanjutnya MPK melaporkan dengan merekomendasi kepada MPS.
  5. MPS bersama MPK melakukan perkunjungan untuk melakukan penilaian atas permohonan Majelis Jemaat.
  6. Jika MPS menilai bakal jemaat tersebut layak didewasakan, maka MPS menetapkan bakal jemaat menjadi jemaat, kemudian dilaporkan kepada Sidang Sinode Tahunanatau Sidang Sinode.

Ayat (3)   :  Pelaksanaan Pendewasaan Bakal Jemaat ;

  1. Selambat-lambatnya tiga bulan sejak keputusan penerimaan diambil, majelis jemaat pemohon melaksanakan pendewasaan dengan meneguhkan majelis jemaat pertama dari jemaat yang baru, dalam suatu kebaktian pendewasaan.
  2. Majelis jemaat pemohon mengundang sekurang-kurangnya jemaat-jemaat dalam klasisnya, MPK, dan MPS untuk menghadiri kebaktian pendewasaan jemaat.
  3. Dalam kebaktian pendewasaan jemaat dilakukan upacara penyerahan dan penerimaan anggota dan harta milik dari Majelis Jemaat pemohon kepada jemaat baru.
  4. MPK melaporkan jemaat baru itu kepada Sidang Klasis atau Sidang Klasis Tahunan yang pertama setelah pendewasaan untuk diterima sebagai anggota klasis.
  5. MPS melaporkan jemaat baru itu kepada Sidang Sinode Tahunan yang pertama setelah pendewasaan, untuk diterima  menjadi anggota jemaat GPIL.
  6. MPS membuat surat ketetapan tentang berdirinya jemaat baru itu.

Pasal 5

Perubahan Status dan Pembubaran Jemaat

Ayat (1)   :  Suatu   jemaat  yang  tidak lagi memenuhi syarat-syarat  sebagai  jemaat seperti tertulis didalam  Tata Rumah Tangga GPIL BAB  I  Pasal  4 ayat 1, sekalipun  sudah  diusahakan  sedemikian  rupa  oleh jemaat tersebut dan klasisnya, diturunkan statusnya menjadi bakal jemaat.

Ayat (2)   :  Prosedur Perubahandan Pembubaran Jemaat

  1. Majelis jemaat yang hendak diubah statusnya makaMPK mengajukan permohonan tertulis kepada Sidang Klasis Tahunan atau Sidang Klasis untuk perubahan status, disertai keterangan lengkap mengenai keberadaan dan kemunduran  jemaat tersebut.
  2. Bila persidangan Klasis Tahunan atau Sidang Klasis menyetujui permohonan tersebut, MPK mengajukan permohonan tertulis kepada  MPS untuk perubahan status, disertai keterangan lengkap mengenai keberadaan dan kemunduran jemaat itu.
  3. Bersamaan dengan itu, MPK mempersiapkan salah satu jemaat dalam klasisnya untuk menerima jemaat yang diubah statusnya  itu menjadi bakal jemaatnya.
  4. MPS bersama MPK melakukan perkunjungan ditempat , kemudian MPS memberikan laporan dan penilaiannya kepada Sidang Sinode Tahunan atau Sidang Sinode.
  5. Persidangan Sinode Tahunan atau Sidang Sinode mempertimbangkan permohonan majelis jemaat atau MPK itu dan mengambil keputusan menerima atau menolak permohonan tersebut.

Ayat (3)   :  Pelaksanaan Pembubaran

  1. Selambat-lambatnya tiga bulan sejak keputusan pembubaran diambil, Majelis Jemaat yang ditunjuk mengadakan upacara penyerahan dan penerimaan anggota dan harta milik dari jemaat yang dibubarkan kepadanya dan peresmian sebagai bakal jemaat, dalam suatu kebaktian.
  2. Bila keadaan demikian parah sehingga prosedur dalam Ayat (2) 1-5 dan Ayat (3) 1 tidak dapat dijalankan, MPK atas persetujuan Sidang Klasis Tahunan atau Sidang Klasis, mengajukan permohonan tertulis kepada MPS. Setelah melakukan perkunjungan di tempat, menyatakan pembubaran jemaat dan menunjuk salah satu jemaat dalam klasisnya untuk menerima anggota dan harta milik jemaat yang dibubarkan.
  3. MPS membuat surat keputusan mengenai pembubaran jemaat tersebut.

Pasal 6

Jemaat yang menggabungkan diri

Ayat (1)   :  GPIL dapat menerima jemaat lain yang menggabungkan diri, dengan syarat:

  1. Pimpinan jemaat yang hendak menggabungkan diri mengajukan permohonan tertulis kepada MPS;  dengan menerangkan alasannya, disertai sejarah, pengajaran, peraturan geraja, badan hukum, daftar anggota, daftar harta milik dan kegiatan-kegiatan jemaatnya.
  2. Permohonan tersebut disertai pernyataan kesediaan menerima TATA DASAR dan TATA RUMAH TANGGA  GPIL

Ayat (2) : Prosedur Penerimaan

  1. MPS bersama MPKdan majelis jemaat terdekat, melakukan kunjungan ke jemaat tersebut, kemudian MPS melaporkan hasil kunjungan dan penilaiannya  kepada Sidang Sinode Tahunan atau Sidang Sinode.
  2. Persidangan Sinode atau Sinode Tahunan mempertimbangkan laporan dan penilaian MPS dan mengambil keputusan menerima atau menolak permohonan jemaat itu. Bila persidangan menerimanya, jemaat pemohon dinyatakan sebagai calon jemaat. MPS menunjuk MPKdan mejalis jemaat  terdekat untuk melaksanakan pembinaan penghayatan kehidupan GPIL.
  3. Bila jemaat pemohon tidak langsung diterima karena masalah pengajaran, persidangan Sinode Tahunan atau Sidang Sinode menunjuk salah satu jemaat dalam Klasis GPILyang terdekat dengan jemaat pemohon untuk melaksanakan pendampingan. Dan hasilnya melaluiMPK  dilaporkan kepada MPS.

Ayat (3)   :  Pelaksanaan Penerimaan

  1. Selambat-lambatnya satu tahun sejak keputusan penerimaaan diambil, MPKyang ditunjuk untuk menyelenggarakan upacara penerimaan calon jemaat kedalam GPIL dalam bentuk ibadah penerimaan.
  2. MPK yang ditunjuk mengundang sekurang-kurangnya Jemaat-jemaat dalam Klasisnya  dan MPS untuk menghadiri ibadah penerimaan.
  3. MPS membuat surat keputusan tentang penerimaan jemaat tersebut dengan ditembuskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
  4. MPS menyerahkan jemaat baru itu kepada klasis untuk diterima sebagai anggota klasis.
  5. MPK melaporkan jemaat baru yang diterimanya itu kepada Sidang Klasis Tahunanatau Persidangan Klasis untuk diterima sebagai anggota klasis.
  6. MPS melaporkan jemaat baru itu kepada Sidang Sinode Tahunan atau Sidang Sinode untuk diterima sebagai anggota jemaat GPIL.
  7. Bila jemaat pemohon mempunyai pendeta dan mempertahankannya, pendeta tersebut diproses sesuai dengan peraturan pemanggilan dan peneguhan pendeta yang tercantum dalam Tata Dasar dan Tata Rumah Tangga GPIL.

BAB III

J A B A T A N

PENDETA, PENATUA, DAN DIAKEN/SYAMAS

Pasal 7

Jabatan Pendeta

Ayat (1)   :  Status Kependetaan

  1. Pendeta adalah anggota jemaat yang dipanggil untuk memangku jabatan khusus untuk melayani dan memimpin gereja, bersama dengan pejabat gereja lainnya.
  2. Pendeta adalah pejabat gerejawi yang menjadi tenaga penuh waktu melalui pengurapan, peneguhan dan penempatan yang ditetapkan dengan surat keputusan MPS.

Ayat (2)   :  Masa kependetaan dan masa bakti

  1. Jabatan Pendeta berlaku seumur hidup, kecuali jika ia terkena penanggalan jabatan.
  2. Masa bakti pendeta sampai umur 60 tahun, setelah itu emeritus, tetap dapat melayani tidak sebagai tenaga penuh waktu dan tidak memegang jabatan struktural.
  3. Dalam menjalani masa kependetaannya seorang pendeta dapat menjalani masa cuti yang secara rinci diatur dalam peraturan kepegawaian GPIL.

Ayat (3)   :  Tugas Pendeta

  1. Bersama dengan pejabat gereja lainnya menggembalakan, memimpin, dan melayani jemaat .
  2. Melayani kebaktian hari Minggu.
  3. Melayani kebaktian rumah tangga dan perkumpulan yang bersifat kebaktian;
  4. Melayani sakramen
  5. Melayani peneguhan sidi
  6. Melayani pemberkatan nikah
  7. Melayani peneguhan majelis
  8. Melaksanakan katekisasi.
  9. Perkunjungan penghiburan, penyegaran dan pembinaan anggota jemaat.
  10. Bertanggung jawab atas pembinaan jemaat.
  11. Menjadi ketua majelis jemaat
  12. Memimpin rapat Majelis Jemaat
  13. Menandatangani surat-surat resmi yang berkaitan dengan kedudukan dan fungsinya.
  14. Pendeta bersama-sama dengan Majelis jemaat menjalankan tugas pelayanan dalam pembinaan jemaat.
  15. Memberitakan Injil.
  16. Melaksanakan tugas lainnya yang dipercayakan kepadanya.

Ayat (4)   :  Hak dan wewenang khusus

  1. Menyampaikan berkat Tuhan dengan menumpangkan tangan dalam kebaktian.
  2. Memakai pakaian jabatan kependetaan yang ditetapkan oleh GPIL.

Ayat (5)   :  Syarat-syarat untuk menjadi Pendeta

  1. Anggota jemaat GPIL,sudah mengaku percaya/sidi atau sudah baptis dewasa dan tidak sedang dalam penggembalaan khusus atau terkena disiplin gerejawi.
  2. Menampakkan sikap hidup atas dasar iman dan perilaku yang baik sesuai dengan kehendak Allah, terutama seperti yang tertulis dalam I Petrus 4 :7-11, 5:3, I Tim 3 : 1-13.
  3. Memiliki ijazah S1 teologi dari Sekolah Teologi yang berlatar belakang reformatoris atau yang direkomendasikan GPIL.
  4. Memahami, menyetujui dan menaati TATA DASAR dan TATA RUMAH TANGGA GPIL.
  5. Bersedia dan mampu memegang rahasia jabatan.
  6. Bersedia untuk tidak bekerja dibidang lain yang tidak ada hubungannya dengan pelayanan gerejawi dan/atau bekerja di bidang lain yang mengikat dan bersifat penuh waktu; seperti menjadi PNS, anggota legislatif, TNI, POLRI, karyawan BUMN.
  7. Pada saat diurapi berusia minimal 24 tahun dan maksimal 40 tahun.
  8. Lulus seleksi dalam bentuk ujian kependetaan (peremtoar) yang diselenggarakan oleh MPS.
  9. Bersedia menerima jaminan hidup sesuai dengan peraturan kepegawaian yang berlaku di lingkungan GPIL.
  10. Sanggup ditempatkan di suatu jemaat selama 5 (lima) tahun dan sesudah itu dapat ditempatkan kembali di jemaat tersebut sesuai dengan keputusan MPS.
  11. Mempunyai pengalaman pelayanan kejemaatan sebagai vicaris, sekurang-kurangnya satu tahun berturut-turut, cakap, dan berdedikasi tinggi.

Ayat (6)   :  Jaminan hidup Pendeta

  1. Pendeta sebegai pekerja gereja yang bekerja penuh waktu pada jemaat atau pada bidang pelayanan khusus, berhak mendapat jaminan hidup yang layak dan cukup
  2. Jaminan hidup Pendeta jemaat dari jemaat yang dilayaninya dan jaminan hidup pendeta yang bertugas di sinode secara penuh waktu dari sinode atau dari bidang pelayanannya.
  3. Jumlah dan jenis jaminan hidup bagi pendeta ditetapkan dalam peraturan penggajian yang disusun oleh MPS  dengan mengacu sistem penggajian bagi PNS dan disahkan oleh Sidang Sinode Tahunan atau Sidang Sinode.
  4. Pendeta GPIL berhak menerima pensiun hari tua dari GPIL.

Ayat (7)   :  Rotasi Pendeta

  1. Satu tahun sebelum seorang pendeta mengakhiri periode pelayanannya di suatu jemaat, MPS melakukan evaluasi bersama-sama dengan majelis jemaat dimana pendeta tersebut melayani.
  2. Evaluasi dilakukan menurut pedoman evaluasi yang ditetapkan oleh MPS.
  3. Hasil evaluasi tersebut akan dijadikan bahan pertimbangan oleh MPS untuk membuat kebijakan dilakukan atau tidaknya rotasi pelayanan seorang pendeta di suatu jemaat.
  4. Keputusan dilakukan atau tidaknya rotasi pelayanan seorang pendeta di suatu jemaat, disampaikan kepada semua pihak terkait, selambat-lambatnya enam bulan sebelum berakhirnya periode pelayanan pendeta tersebut.
  5. Segala biaya yang ditimbulkan untuk terjadinya rotasi seorang pendeta dari suatu jemaat ke suatu jemaat, ditanggung bersama oleh kedua jemaat tersebut.

Ayat (8)   :  Ujian Kependetaan (Peremtoar).

  1. MPS menyelenggarakan ujian kependetaan (peremtoar) bagi seorang vicaris sebelum diurapi menjadi pendeta.
  2. Ujian peremtoar dilakukan oleh Tim yang dibentuk oleh MPS, pelaksanaanya mengacu pada silabus yang ditetapkan oleh MPS.
  3. Setelah ujian peremtoar selesai, hasil ujian langsung diumumkan. Vicaris yang mendapat nilai paling rendah B dinyatakan lulus.
  4. Apabila belum lulus pada ujian peremtoar pertama, diberi kesempatan mengulang satu kali lagi. Apabila tidak lulus lagi, maka vicaris tersebut dinyatakan gugur dan tidak dapat ditahbiskan menjadi pendeta

Ayat (9)   :  Pengurapan dan penempatan pelayanan Pendeta.

  1. MPS melakukan pengurapan pendeta bagi seorang vicaris yang telah lulus ujian kependetaan (peremtoar).
  2. Pengurapan dilakukan paling lama duabulan setelah pelaksanaan ujian kependetaan (peremtoar) di suatu jemaat yang ditetapkan oleh MPS.
  3. Ibadah pengurapan menggunakan liturgi yang telah ditetapkan oleh GPIL, dipimpin oleh seorang pendeta yang ditetapkan oleh MPS.
  4. Penumpangan tangan (pemberkatan) pengurapan dilakukan oleh para pendeta GPIL dan pendeta dari gereja lain yang diundang.
  5. Biaya pengurapan ditanggung jemaat penyelenggara pengurapan.
  6. MPS menetapkan pelayanan pendeta yang telah diurapi.
  7. Prosedur atau proses penempatan menurut peraturan yang ditetapkan MPS dan disahkan oleh Sidang Sinode Tahunan atau Sidang Sinode.

Ayat (10) : Pendeta Tugas Khusus.

  1. Sinode GPIL dapat mempunyai bidang-bidang pelayanan khusus, misalnya : pelayanan dalam bidang -bidang organisasi gerejawi, pendidikan, pendidikan teologia, pembinaan, bidang pelayanan anak, bidang pelayanan pemuda/mahasiswa, bidang pelayanan wanita, TNI dll.

Bila dipandang perlu untuk melaksanakan bidang-bidang pelayanan tersebut mengutus pendeta tugas khusus.

  • Peraturan pendeta tugas khusus adalah sama dengan peraturan pendeta GPIL, kecuali Pendeta yang melayani bidang pelayanan khusus diluar GPIL jaminan hidupnya menjadi tanggungjawab dari badan yang dilayaninya.

Ayat (11) : Pendeta Emiritus.

  1. Pendeta Emiritus adalah pendeta yang tidak lagi bekerja secara penuh pada jemaat atau pada bidang pelayanan khusus.
  2. Seorang Pendeta memasuki masa emiritusnya bila ia telah berumur 60 (enam puluh) tahun, atau belum berumur 60 (enam puluh)tahun  tetapi dalam keadaan sakit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya.
  3. Seorang pendeta yang sudah memasuki usia 60 (enam puluh)tahun dan menduduki jabatan struktural, masa emiritasinya mengikuti berakhirnya periode jabatan struktural tersebut.

Ayat (12) : Emiritasi.

  1. MPS memberitahu hal emiritus kepada seorang pendeta yang akan emiritus, sekurang-kurangnya dua tahun sebelum emiritasi. Peraturan ini tidak berlaku bagi pendeta yang didalam keadaan sakit. Pendeta yang dalam keadaan sakit emiritasi dilakukan menurut keadaannya atau dengan kebijaksanaan.
  2. Emiritasi dilakukan oleh MPS dalam bentuk ibadah emiritasi, dengan menggunakan liturgi yang ditetapkan oleh GPIL, dipimpin oleh pendeta yang ditetapkan oleh MPS, dengan mengundang para pendeta GPIL.
  3. Ibadah emiritasi dilakukan di jemaat GPIL tempat pelayanan pendeta yang akan emiritus.
  4. Pendeta emiritus tidak diperkenankan menjadi tenaga penuh waktu dari jemaat GPIL tetapi diperkenankan bekerja pada bidang lain yang tidak bertentangan dengan firman Allah dan tidak bertentangan dengan pengajaran GPIL.
  5. Pendeta emiritus dapat menjadi Majelis Jemaat dan statusnya tetap pendeta emiritus bukan penatua dan bukan diaken. Kedudukan pendeta emiritus dalam majelis jemaat tidak ditahbiskan dan/ diteguhkan.
  6. Emiritasi pendeta bagi yang menduduki jabatan MPS pada saat mencapai usia emiritus, dilakukan di suatu jemaat yang ditentukan oleh MPS.
  7. Biaya penyelenggarakan emiritus ditanggung oleh jemaat penyelenggara ibadah emeritasi.

Ayat (13) :  Pakaian Jabatan

  1. Pakaian jabatan pendeta adalah toga berwarna hitam dan dipakai pada sakramen, kebaktian pendewasaan jemaat, kebaktian penerimaan jemaat yang menggabungkan diri, kebaktian pembubaran jemaat, kebaktian pentahbisan pendeta, kebaktian peneguhan pendeta, kebaktian peneguhan penatua dan diaken, kebaktian emiritasi pendeta, kebaktian pemberkatan nikah dan kebaktian-kebaktian lainnya yang dipandang perlu pendeta memakai toga.
  2. Jas dan kemeja dengan collar dipakai dalam kebaktian-kebaktian yang tidak mengharuskan pendeta memakai toga.
  3. Atribut lainnya misalnya stola yang telah ditetapkan oleh GPIL, yang penggunaannya disesuaikan dengan kalender gerejawi.
  4. Pakaian jabatan dan atribut disediakan oleh majelis jemaat bagi pendeta jemaat dan oleh MPS bagi pendeta yang bertugas di Sinode.

Ayat (14) : Pemberhentian Pendeta

  1. Meninggal dunia.
  2. Atas permintaan sendiri.
  3. Melalaikan tugas pokok dan kewajiban pendeta, mengkhianati syarat-syarat pengangkatan pendeta, melanggar Tata Dasar dan Tata Rumah tangga GPIL.
  4. Melakukan pelanggaran nyata terhadap Sepuluh Hukum Taurat.
  5. Bekerja di tempat lain dengan tidak seizin secara tertulis dari MPS.

Pasal 8

Penatua dan Diaken/Syamas

Ayat (1)   :  Status Penatua dan Diaken/Syamas.

  1. Penatua dan Diaken/Syamas adalah anggota jemaat yang terpanggil untuk melayani dan mengemban jabatan kepemimpinan dan kepelayanan gereja, bersama dengan pejabat gereja lainnya.
    1. Penatua dan Diaken/Syamas adalah pejabat gerejawi di jemaat setempat melalui pemilihan dan peneguhan.

Ayat (2)   :  Masa jabatan penatua dan diaken/syamas adalah lima tahun dan dapat dipilih dan diteguhkan kembali.

Ayat (3)   :  Penatua atau diaken/syamas yang menduduki jabatan sebagai MPK atau MPS, berakhirnya masa bakti, mengikuti berakhirnya masa bakti sebagai MPK atau MPS yang didudukinya.

Ayat (4)   :  Tugas Penatua.

  1. Bersama-sama dengan pendeta melaksanakan tugas-tugas penggembalaan bagi warga jemaat.
  2. Bersama-sama dengan pendeta memperhatikan segala pengajaran dan khotbah dari semua pelayan firman Tuhan dan memberikan peringatan kepadanya secara rahasia apabila tidak sesuai dengan firman Tuhan dan pengakuan GPIL.
  3. Melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan bersama-sama dengan pendeta.
  4. Membimbing dan mengawasi kehidupan anggota jemaat dan pendeta, juga dalam pelaksanaan tugas/ kewajiban pendeta.
  5. Memimpin ibadah-ibadah di dalam jemaat kecuali ibadah-ibadah yang menjadi tugas dan tanggung jawab pendeta.

Ayat (5)   :  Tugas Diaken/Syamas.

  1. Bersama dengan pejabat gereja lainnya menggembalakan, memimpin dan melayani jemaat.
    1. Merencanakan , mengatur dan melakukan pelayanan diakonia bagi anggota jemaat dan anggota masyarakat umumnya.

Ayat (6)   :  Syarat-syarat bagi Penatua dan Diaken/Syamas.

  1. Anggota jemaat yang sudah sidi atau baptis dewasa dan tidak sedang dalam penggembalaan khusus.
    1. Menampakkan sikap hidup atas dasar iman dan perilaku yang baik sesuai dengan kehendak Allah, terutama seperti yang tertulis dalam I Petrus 4:7-11, 5:3, I Timotius 3: 1–13.
    1. Memahami, menyetujui dan mentaati TATA DASAR dan TATA RUMAH TANGGA GPIL.
    1. Bersedia dan mampu memegang rahasia jabatan.
    1. Bersedia melayani pekerjaan Tuhan dengan sukacita dan bertanggung jawab dan sudah menampakkan pengalaman-pengalamannya.

Ayat (7)   :  Pemilihan dan Peneguhan.

  1. Majelis Jemaat menetapkan jumlah Majelis baru yang akan diteguhkan, yaitu jumlah Penatua baru dan Diaken/Syamas baru. Menetapkan nama calon atau calon-calon Penatua dan Diaken/Syamas. Majelis Jemaat mewartakan hal itu kepada anggota.
    1. Anggota jemaat mendoakan rencana tersebut dan dapat mengusulkan secara tertulis kepada Majelis Jemaat nama calon atau calon-calon Penatua dan Diaken/Syamas.
    1. Majelis Jemaat mengunjungi calon atau calon-calon tersebut, meminta kesediaan dan mempersiapkan mereka untuk tugas panggilan Penatua dan Diaken/Syamas.
    1. Selama dua kali hari Minggu berturut-turut Majelis Jemaat mewartakan kepada anggota mengenai rencana peneguhan majelis baru, dengan menyebut nama dan alamat yang jelas dan kedudukan calon majelis jemaat tersebut. Anggota Jemaat mendoakan dan mempertimbangkannya.
    1. Bila jumlah calon melebihi dari jumlah yang akan diteguhkan , diadakan pilihan. Pilihan dilakukan dengan dipimpin oleh Majelis Jemaat, acara dimulai dan ditutup dengan doa.
    1. Pilihan baru dapat dilakukan dan dinyatakan sah, bila dihadiri oleh sekurang-kurangnya ½ (satu perdua) lebih dari jumlah anggota yang mempunyai hak  pilih .
    1. Calon atau calon-calon terpilih diwartakan kepada anggota 2 (dua) kali hari Minggu berturut-turut. Bila tidak ada keberatan yang sah pada warta terakhir, calon terpilih dapat diteguhkan menjadi Majelis Jemaat sesuai dengan kedudukan masing-masing.

Pada pokoknya keberatan adalah sah bila diajukan secara tertulis dengan menyebut nama dan alamat yang jelas membubuhkan tanda tangan atau cap ibu jari. Isi keberatannya menyebutkan bahwa calon atau calon-calon tidak memenuhi salah satu atau lebih syarat seperti yang tercantum dalam Pasal 8 ayat 6 di atas.Dan ternyata alasannya benar.

  • Anggota yang tidak hadir dalam pemilihan tidak dapat menolak hasil pilihan.
  • Kebaktian Peneguhan Penatua dan Diaken/Syamas dilaksanakan oleh Majelis Jemaat dalam Kebaktian Minggu dan dilayani oleh pendeta dengan menggunakan formulir yang ditetapkan oleh Sinode GPIL.

Ayat (8)   :  Penanggalan Jabatan Penatua dan Diaken/Syamas terjadi apabila:

  1. Meninggal dunia.
  2. Masa jabatannya sudah berakhir.
  3. Pindah menjadi anggota jemaat lain.
  4. Berada dalam penggembalaan khusus.
  5. Mengundurkan diri karena alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Ayat (9)   :  Penatua dan diaken/syamas dalam menunaikan tugas jabatan mengenakan atribut-atribut yang telah ditetapkan oleh GPIL dan disediakan oleh majelis jemaat.

Pasal 9

Rahasia Jabatan

Rahasia jabatan adalah rahasia yang menyangkut pribadi seseorang terutama yang terkait dalam penggembalaan khusus, rahasia tersebut harus dipegang seumur hidup.

BAB IV

V I C A R I S

Pasal 10

Ketentuan Umum Vicaris

Hakekat, tugas, persyaratan, hak, proses pemanggilan, dan penempatan vicaris GPIL diatur dalam peraturan  MPS.

BAB V

MAJELIS JEMAAT

Pasal 11

Susunan Majelis Jemaat

Ayat (1)   :  Susunan struktur organisasi majelis jemaat dibentuk oleh Majelis Jemaat itu sendiri dalam Persidangan Majelis Jemaat.

Ayat (2)`  :  Apabila terjadi kekosongan susunan anggota majelis jemaat yang bersifat tetap, dilakukan penggantian untuk mengisi kekosongan tersebut oleh majelis jemaat dalam rapat mejelis jemaat.

Pasal 12

Tugas Majelis Jemaat

Ayat (1)   :  Tugas Pokok Majelis Jemaat.

  1. Memberitakan firman Tuhan kepada jemaat dengan berbagai cara dengan tujuan bagi kemuliaan Nama Tuhan, semakin  taatnya  jemaat  kepada  Yesus Kristus, (Kolose 2: 6-7;3:16-17, Efesus 3:20-21) dan jemaat dapat mewujudkan pengakuan, tugas jabatan, panggilan dan kewajibannya.
  2. Mengusahakan dengan berbagai cara agar Injil diwartakan (Kisah Rasul 1:8; Matius 28:19-20).
  3. Mengusahakan agar pelayanan sakramen kudus dilaksanakan dengan tetap.
  4. Mengikuti dan mengarahkan pergerakan-pergerakan Kristen yang timbul di jemaatnya, agar tetap menurut jalan Tuhan.
  5. Melaksanakan penggembalaan.
  6. Menetapkan calon  penatua dan diaken.
  7. Mempersiapkan “Bakal jemaat”nya menjadi Jemaat GPIL.
  8. Mengusahakan agar jemaat kuat menanggung biaya jemaatnya.
  9. Melaksanakan keputusan-keputusan Klasis dan Sinode.
  10. Mengelola dan memelihara milik jemaatnya yang berupa tanah, gedung-gedung dan semacamnya, penghasilan jemaat yang berupa uang dan barang lainnya (barang-barang bergerak dan tidak bergerak).
  11. Merencanakan dan melaksanakan program kerja jemaat sesuai dengan anggaran pendapatan dan belanja jemaat yang telah ditetapkan
  12. Membuat laporan pertanggungjawaban termasuk laporan keuangan, disampaikan kepada jemaatnya, setiap tahun sekali dan membuat laporan-laporan lain yang diperlukan
  13. Mengangkat, membina dan memperhentikan badan-badan pembantu : seksi-seksi , panitia-panitia yang dipercaya untuk melaksanakan tugas tertentu.
  14. Melakukan tugas-tugas gerejawi lainnya yang ditugaskan kepadanya baik ke dalam atau ke luar.

Ayat (2)   :  Tugas Pokok Ketua Majelis Jemaat.

  1. Melakukan kepemimpinan umum majelis jemaat dan jemaat.
  2. Memimpin persidangan majelis jemaat, persidangan majelis jemaat bersama warga, dan persidangan lainnya.
  3. Melakukan tugas-tugas lainnya yang dipercayakan kepadanya.

Ayat (3)   :  Tugas Pokok Sekretaris Majelis Jemaat.

  1. Bersama ketua melakukan tugas kepemimpinan majelis jemaat dan jemaat.
  2. Melakukan tugas yang berhubungan dengan surat menyurat dan tugas kesekretariatan pada umumnya.
  3. Melakukan tugas-tugas lainnya yang dipercayakan kepadanya.

Ayat (4)   :  Tugas Pokok Bendahara Majelis Jemaat.

  1. Bersama dengan Ketua dan Sekretaris Majelis Jemaat melakukan tugas kepemimpinan majelis jemaat dan jemaat.
  2. Melakukan tugas yang berhubungan dengan keuangan jemaat.
  3. Melakukan tugas-tugas lainnya yang dipercayakan kepadanya.

Ayat (5)   :  Tugas Pokok Anggota Majelis Jemaat.

  1. Bersama dengan Ketua, Sekretaris dan Bendahara Majelis Jemaat melakukan tugas kepemimpinan Majelis Jemaat/Jemaat pada umumnya.
  2. Membantu Ketua, Sekretaris atau Bendahara sesuai dengan tugas yang dipercayakan kepadanya.

Ayat (6)   :  Rincian tugas Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Anggota Majelis Jemaat ditetapkan sendiri oleh Majelis Jemaat melalui Persidangan Majelis Jemaat.

Pasal 13

Badan Pembantu Majelis Jemaat

Ayat (1)   :  Badan Pembantu Majelis Jemaat adalah Seksi-seksi, Panitia-panitia yang dibentuk dan diangkat oleh Majelis Jemaat untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan bidang tugasnya.

Ayat (2)   :  Seksi adalah badan pembantu majelis jemaat yang bersifat tetap.

Ayat (3)   :  Panitia adalah badan pembantu yang bersifat sementara.

Ayat (4)   :  Susunan pengurus dari badan pembantu sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara (bila perlu ditambah dengan anggota-anggota).

Ayat (5)   :  Masa bakti seksi-seksi adalah 5 (lima) tahun sama dengan masa bakti majelis jemaat.

Ayat (6)   :  Masa bakti panitia-panitia sesuai dengan kebutuhan.

Ayat (8)   :  Tata Kerja Seksi-seksi dan panitia ditetapkan oleh Majelis Jemaat setempat.

Pasal 14

Rapat Majelis Jemaat

Ayat (1)   :  Rapat Majelis Jemaat terdiri dari :

  1. Rapat Majelis Jemaat.
    1. Rapat Majelis Jemaat bersama anggota jemaat.

Ayat (2)   :  Rapat Majelis Jemaat merupakan sarana pengambilan keputusan majelis jemaat, dengan ketentuan :

  1. Ketua dan Sekretaris Majelis Jemaat membuat undangan dengan menentukan waktu, tempat dan acara, paling lambat satu Minggu sebelum rapat berlangsung. Kecuali rapat yang bersifat mendadak dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
  2. Rapat Majelis Jemaat diwartakan kepada anggota jemaat, sekurang-kuranya satu minggu sebelum waktu rapat. Anggota jemaat mendoakan dan dapat mengajukan usul-usul masukan.
  3. Rapat Majelis sah bila dihadiri oleh ½ (satu perdua) lebih dari jumlah anggota majelis.Bila jumlah itu tidak tercapai, maka Ketua memanggil rapat untuk kedua kalinya dan rapat sah bila 2/5 (dua perlima) dari jumlah anggota hadir.
  • Anggota mempunyai hak suara sama.
  • Setiap rapat, keputusan senantiasa diusahakan dengan jalan musyawarah untuk mendapat suara bulat.
  • Rapat Majelis Jemaat dibuka dan ditutup oleh Ketua.Bila Ketuaberhalangan diwakili oleh Anggota Majelis Jemaat lainnya. Sidang dibuka dengan kebaktian dan ditutup dengan doa.Sekretaris membuat notula dan akta persidangan.

Ayat (3)   :  Rapat Majelis Jemaat bersama anggota jemaat merupakan sarana bagi majelis Jemaat dan badan-badan pembantunya, untuk menyampaikan hasil kerja/pelayanan mereka dan mendapatkan masukan baru dari anggota bagi peningkatan kerja/pelayanan mendatang.

Ayat (4)   :  Pelaksanaan Rapat Anggota Jemaat

  1. Rapat ini diikuti oleh setiap anggota Majelis, badan-badan pembantu dan anggota baptis dewasa dan sidi.
    1. Rencana rapat diwartakan kepada anggota sekurang-kurangnya dua kali hari Minggu berturut-turut, sebelum rapat itu dilakukan.
    1. Majelis Jemaat mempersiapkan bahan secara tertulis dan membagikan kepada anggota sebelum rapat dilakukan.
    1. Rapat dibuka dan ditutup oleh Ketua Majelis Jemaat.Bila Ketuaberhalangan diwakili oleh Anggota Majelis Jemaat lainnya. Rapat  dibuka dengan kebaktian dan ditutup dengan doa.
    1. Rapat  dipimpin oleh Ketua Majelis Jemaat dan Sekretaris Majelis Jemaat membuat notula rapat. Notula disahkan pada rapat Majelis Jemaat yang pertama setelah rapat tersebut.
    1. Setiap peserta rapat mempunyai hak bicara dan hak suara.

Pasal 15

Pertanggungjawaban

Ayat (1)   :  Tahun anggaran Jemaat termasuk tahun program kerja/pelayanan adalah tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

Ayat (2)   :  Selambat-lambatnya tiga bulan setelah tahun anggaran dan tahun program/pelayan selesai, Majelis Jemaat melaporkan kepada Jemaat, isi laporan tersebut:

  1. Pekerjaan/pelayanannya termasuk pekerjaan/pelayanan badan-badan pembantunya dan laporan keuangan dan kehidupan Jemaat.
    1. Program kerja/pelayan dan Anggaran Jemaat untuk tahun berikutnya.

Ayat (3)   :  Badan-badan pembantu majelis jemaat melaporkan pertanggung- jawaban kepada Majelis Jemaat.

BAB VI

K L A S I S

Pasal 16

Ketentuan Pembagian Klasis

Ayat (1)   :  Pembagian Klasis mempertimbangkan:

  1. Letak Jemaat berdekatan secara geografis dan/atau wilayah pemerintahan.
    1. Keseimbangan dalam dana dan daya.
    1. Pemekaran wilayah pelayanan GPIL.

Ayat (2)   :  Prosedur :

  1. MPS mengusulkan konsep pembagian Klasis kepada Sidang Sinode atau Sidang Sinode Tahunan.
    1. Keputusan Persidangan tersebut dijadikan pijakan bagi MPS untuk membuat surat ketetapkan tentang pembagian klasis.
    1. MPS melaporkan kepada Sidang Sinode atau Sidang Sinode Tahunan.

Pasal 17

Tugas Sidang Klasis, Tugas Sidang Klasis Tahunan, dan

Tugas Majelis Pekerja Klasis

Ayat (1)   :  Tugas Sidang Klasis

  1. Membahas dan memperdalam hidup gerejawi dalam persekutuan, ibadah, kesaksian, pelayanan, dan bersama-sama menelaah Alkitab.
    1. Menerima dan mengevaluasi laporan pelaksanaan program kerja klasis, laporan pertanggungjawaban mengenai keputusan-keputusan Klasis dan laporan pertanggungjawaban mengenai penyelenggaraan masalah mendesak dan penting, serta menerima dan mengevaluasi pengelolaan harta milik dan perbendaharaan klasis yang disampaikan oleh MPK.
    1. Membantu menyelesaikan permasalahan jemaat-jemaat wilayahnya yang tidak dapat diselesaikan oleh majelisnya.
  2. Menyetujui peresmian bakal jemaat baru  dan menyetujui pendewasaan bakal jemaat menjadi jemaat.
  3. Menerima jemaat baru kedalam klasisnya.
  4. Menyetujui penurunan status jemaat menjadi bakal jemaat.
  5. Menyetujui penanggalan dan rehabilitasi pendeta yang ada dalam penggembalaan khusus (disiplin gerejawi).
  6. Menjaga, mengawasi dan mewujudkan TATA DASAR dan TATA RUMAH TANGGA GPIL terlaksana dengan baik dan benar di wilayah klasisnya.
  7. Mengajukan usul-usul, permintaan-permintaan dan saran-saran kepada MPS, tentang TATA DASAR dan TATA RUMAH TANGGA GPIL tentang program dan tentang masalah-masalah gerejawi lainnya yang dianggap perlu.
  8. Menerima dan membahas serta memutuskan segala sesuatu yang disampaikan oleh MPS , serta menyampaikan segala sesuatu yang dianggap perlu, kepada klasisnya.
  9. Membahas keadaan dan tanggung jawab bersama klasisnya, menetapkan garis besar program klasisnya dan menetapkan kebijaksanaan dalam mengelola harta milik dan perbendaharaan klasisnya.
  10. Membuat laporan kepada MPS tentang klasisnya.
  11. Memilih, menetapkan dan menanggalkan anggota MPK.
  12. Membentuk badan-badan pembantu yakni komisi dan panitia untuk melaksanakan tugas tertentu.
  13. Melaksanakan tugas gerejawi lainnya yang disampaikan oleh MPS.

Ayat (2)   :  Tugas Sidang Klasis Tahunan.

  1. Menerima tugas dari Sidang Klasis ; menampung dan menyelesaikan masalah-masalah mendesak dan penting yang timbul antara 2 (dua) sidang klasis dan mempertanggungjawabkannya kepada Sidang Klasis.
    1. Menguraikan dan melaksanakan garis besar program klasis, dan melaksanakan kebijakan klasis dalam pengelolaan harta milik dan pernbendaharaan klasis.
    1. Menetapkan rencana Anggaran pendapatan dan belanja tahunan klasis.
    1. Mengangkat anggota MPK pengganti.
    1. Mengangkat anggota pengurus badan-badan pembantu : komisi-komisi, panitia-panitia di klasisnya.
    1. Menanggalkan anggota MPK, anggota pengurus badan-badan pembantu : Komisi-komisi, panitia-panitia di Klasisnya.
    1. Menerima dan mengevaluasi pelaksanaan program kerja/pelayanan Klasisnya, laporan pelaksanaan keputusan-keputusan klasis, laporan pelaksanaan penyelesaian masalah-masalah mendesak dan penting. Laporan pelaksanaan kebijakan pengelolaan harta milik dan perbendaharaan klasis, yang disampaikan oleh MPK.
    1. Membuat dan melaporkan tugas dan tanggungjawabnya, tentang pelaksanaan program kerja klasis, pelaksanaan penyelesaian masalah-masalah yang mendesak dan penting, pelaksanaan keputusan-keputusan klasis, pelaksanaan kebijakan-kebijakan klasis dalam pengelolaan harta milik dan perbendaharaan klasis, kepada sidang klasis.
    1. Mempersiapkan dan menetapkan sidang klasis.

Ayat (3)   :  Tugas MPK:

  1. Melaksanakan kepemimpinan dan kepelayanan harian klasis.
    1. Menerima tugas dari Sidang Klasis dan Sidang Klasis Tahunan, menampung dan menyelesaikan masalah-masalah yang mendesak dan penting yang timbul antara 2 (dua) sidang Klasis Tahunan dan mempertanggungjawabkannya kepada Sidang Klasis Tahunan atau Sidang Klasis.
    1. Melaksanakan : Program kerja/pelayanan, keputusan-keputusan, dan pengelolaan harta milik dan perbendaharaan Klasis.
    1. Melaksanakan : Keputusan-keputusan dan program kerja /pelayanan Sinode GPIL.
    1. Melaksanakan perkunjungan jemaat.
    1. Mengadakan percakapan-percakapan gerejawi dengan calon pendeta dan majelis jemaat di mana pendeta tersebut ditempatkan.
    1. Menyusun konsep (usulan) program kerja klasisnya.
    1. Menyusun konsep tentang anggota dan susunan kepengurusan Badan-badan, Komisi-komisi, Panitia-panitia, kepada Sidang Klasis Tahunan atau Sidang Klasis  untuk diangkat dan ditetapkan dalam Sidang Klasis Tahunan atau Sidang Klasis.
    1. Membina dan memperhentikan anggota pengurus Badan-badan Pembantu : Komisi-komisi dan Panitia-panitia. Menerima dan mengevaluasi laporan kerja/pelayanan mereka, termasuk laporan pertanggungjawaban mengenai harta  milik dan perbendaharaan, dan menyampaikannya kepada Sidang Klasis Tahunan atau Sidang Klasis.
    1. Mempersiapkan nominasi MPK masa bakti berikutnya.
    1. Menyelenggarakan dan memimpin persidangan Klasis.
    1. Membuat dan melaporkan tugas dan tanggungjawabnya, tentang pelaksanaan program kerja klasis, pelaksanaan penyelesaian masalah-masalah mendesak dan penting, pelaksanaan keputusan-keputusan, pelaksanaan kebijakan Klasis dalam pengelolaan harta milik dan perbendaharaan klasis.
    1. Membuat dan melaporkan pertanggungjawaban kepada MPS.
    1. Melaksanakan tugas gerejawi lainnya yang diminta oleh MPS.

Pasal 18

Badan Pembantu Majelis Pekerja Klasis

Ayat (1)   :  Badan Pembantu MPK adalah : Komisi, panitia,yang dibentuk dan diangkat untuk melakukan tugas tertentu sesuai dengan bidang

Ayat (2)   :  Komisi adalah badan pembantu MPK yang bersifat tetap.

Ayat (3)   :  Panitia adalah badan pembantu MPK yang bersifat sementara.

Ayat (4)   :  Susunan pengurus dari badan pembantu sekurang-kurangnya terdiri dari : Seorang ketua, seorang sekretaris dan seorang bendahara (bila perlu ditambah dengan anggota-anggota ).

Ayat (5)   :  Masa bakti adalah lima tahun sama dengan masa bakti MPK.

Ayat (6)   :  Masa bakti panitia-panitia adalah sesuai dengan kebutuhan.

Ayat (7)   :  Tata Kerja komisi dan panitia ditetapkan oleh MPK.

Pasal 19

Persidangan dan rapat

Ayat (1)   :  Persidangan Klasis, Persidangan Klasis Tahunan, dan rapat MPK adalah sarana pengambilan keputusan tingkat klasisdan tingkat MPK.

Ayat (2)   :  Rapat badan-badan pembantu klasis dilakukan sesuai dengan tata kerja masing-masing.

Ayat (3)   :  Ketua dan Sekrtetaris MPK membuat undangan dengan menyambut waktu tempat dan acara. Surat undangan disampaikan selambat-lambatnya satu bulan sebelum rapat  dilakukan. Kecuali sidang yang bersifat mendadak, undangan dapat disampaikan sesuai dengan kebijaksanaan Ketua dan Sekretaris Majelis Pekerja Klasis.

Ayat (4)   :  Khusus untuk persidangan yang membahas tentang perubahan TATA DASAR dan TATA RUMAH TANGGA GPIL, undangan disampaikan selambat-lambatnya tiga bulan sebelum sidang dilaksanakan. Usulan tentang perubahan TATA DASAR dan TATA RUMAH TANGGA sudah diterima MPK selambat-lambatnya enam bulan sebelum sidang dilaksanakan.

Ayat (5)   :  Persidangan Klasis dan Sidang Klasis Tahunan diwartakan kepada anggota klasisnya, sekurang-kurangnya dua kali hari Minggu berturut-turut sebelum persidangan dimulai, agar didoakan. Peraturan ini tidak berlaku bagi persidangan yang bersifat mendadak , Persidangan yang bersifat mendadak pewartaannya dilakukan setelah sidang selesai.

Ayat (6)   :  Peraturan yang lebih rinci diatur dalam tata tertib persidangan. Tata tertib persidangan tidak bertentangan dengan TATA DASAR dan TATA RUMAH TANGGA GPIL.

Pasal 20

Pertanggungjawaban

Ayat (1)   :  Tahun anggaran klasis termasuk tahun program kerja/pelayanannya adalah tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

Ayat (2)   :  MPK melaporkan pertanggungjawabannya, termasuk pertanggungjawaban keuangan kepada Sidang Klasis Tahunan atau Sidang Klasis. Laporan disampaikan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum sidang Persidangan dilaksanakan.

Ayat (3)   :  Badan-badan pembantu Majelis Pekerja Klasis melaporkan pertanggung- jawabannya termasuk pertangggungjawaban keuangan kepada MPK.

Pasal 21

Wewenang MPK

Ayat (1)   :  MPK berwenang menjabarkan dan melaksanakan tugas- tugasnya.

Ayat (2)   :  MPK berwenang membantu menyelesaikan masalah yang membahayakan kesaksian dan kehidupan jemaat dalam klasis wilayahnya baik diminta atau tidak diminta.

BAB VII

S I N O D E

Pasal 22

Tugas Sidang Sinode, Sidang Sinode Tahunan, dan

Tugas MPS.

Ayat (1)   :  Tugas Sidang Sinode:

  1. Membahas dan memperdalam hidup gerejawi dalam persekutuan Ibadah, Kesaksian, Pelayanan dan bersama-sama menelaah Alkitab.
    1. Menerima dan mengevaluasi laporan pelaksanaan program kerja/ pelayanan sinode GPIL, laporan pertanggungjawaban mengenai penyelesaian masalah-masalah mendesak dan penting, serta menerima dan mengevaluasi pengelolaan harta milik dan perbendaharaan Sinode yang disampaikan oleh MPS.
  2. Menetapkan tugas-tugas pokok GPIL.
  • Menetapkan garis besar program kerja/pelayanan GPIL di dalam bidang persekutuan, kesaksian pelayanan dan pembinaan.
  • Menerima Laporan jemaat baru dalam Sinode.
  • Menetapkan peningkatan status bakal jemaat menjadi jemaat.
  • Menetapkan penurunan status jemaat menjadi bakal jemaat.
  • Membentuk, mengangkat, dan memberhentikan BP2
  • Membentuk, mengangkat, dan memberhentikan BP.
  • Mengambil keputusan terakhir dalam hal penting.
  • Menetapkan kebijakan dalam mengelola harta milik dan perbendaharaan GPIL.
  • Memilih dan  menetapkan anggota MPS.
  • Menetapkan dan mengubah TATA DASAR dan TATA RUMAH TANGGA GPIL.
  • Menjaga, mengawasi dan mewujudkan TATA DASAR dan TATA LAKSANAN GPIL terlaksana dengan baik dan benar.
  • Menetapkan tempat penyelenggaraan Sidang Sinode

Ayat (2)   :  Tugas Sidang Sinode Tahunan

  1. Menerima tugas dari persidangan sinode GPIL, menampung dan menyelesaikan masalah-masalah mendesak dan penting yang timbul antara 2 (dua) sidang sinode tahunan dan mempertanggung-jawabkannya kepada Sidang Sinode.
    1. Menetapkan garis besar program kerja/pelayanan tahunan Sinode GPIL di dalam bidang persekutuan, kesaksian, pelayanan dan pembinaan.
    1. Menetapkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB) tahunan Sinode GPIL.
    1. Mengangkat anggota, MPS, BP2, BP pengganti antar waktu.
    1. Menetapkan usul MPS tentang badan-badan pembantu; Lembaga-lembaga, Departemen-departemen, Panitia-panitia dan Yayasan-yayasan GPIL.
    1. Menetapkan usul MPS tentang anggota badan-badan pembantu: Lembaga-lembaga, Departemen-departemen, Panitia-panitia dan Yayasan-yayasan GPIL.
    1. Menerima dan mengevaluasi pelaksanaan program kerja/pelayanan GPIL, laporan pelaksanaan keputusan-keputusan Sinode GPIL, laporan pelaksanaan penyelesaian masalah-masalah mendesak dan penting, laporan pelaksanaan kebijaksanaan pengelolaan harta milik dan perbendaharaan sinode GPIL yang disampaikan oleh MPS.
    1. Menetapkan tempat pelaksanaan Sidang Sinode Tahunan berikutnya.

Ayat (3)   :  Tugas MPS:

  1. Melaksanakan kepemimpinan dan kepelayanan Sinode GPIL.
    1. Melaksanakan program kerja/pelayanan dan keputusan-keputusan sidang sinode dan sidang sinode tahunan GPIL.
      1. Menerima tugas dari Sidang Sinode dan Sidang Sinode Tahunan, menampung dan menyelesaikan masalah-masalah mendesak dan penting yang timbul diantara 2 (dua) Sidang Sinode Tahunan dan mempertanggungjawabkannya kepada Sidang Sidang Sinode Tahunan atau Sidang Sinode.
      1. Melaksanakan perkunjungan-perkunjungan ke jemaat-jemaat dan ke klasis-klasis.
      1. Mengadakan percakapan-percakapan gerejawi dengan calon Pendeta dan Majelis Jemaat, MPK  yang akan ditempatkan.
      1. Mengangkat tim penguji peremtoar.
      1. Menetapkan dan menempatkan Pendeta Jemaat, Pendeta Konsulen, dan Pendeta Tugas Khusus.
      1. Membina dan memberhentikan anggota badan-badan pembantu: Lembaga-lembaga, Departemen-departemen, Panitia-panitia dan Yayasan-yayasan GPIL, serta menerima dan mengevaluasi laporan kerja mereka, termasuk laporan pertanggungjawaban keuangan dan harta milik dan menyampaikannya kepada Sidang Sinode atau Sidang Sinode Tahunan sebagai bagian dari laporan pelaksanaan program pelayanan MPS.
      1. Melaksanakan emiritasi pendeta GPIL.
      1. Bersama MPK dan Majelis Jemaat melakukan penggembalaan khusus (disiplin gerejawi) terhadap pendeta dan pendeta emeritus.
      1. Menetapkan, menanggalkan, dan merehabilitasi jabatan  Pendeta dan Pendeta Emiritus yang ada dalam penggembalaan khusus (Disiplin Gerejawi).
      1. Mengelola harta milik dan perbendaharaan GPIL.
      1. Mempersiapkan nominasi MPS masa bakti berikutnya.
      1. Menyelenggarakan dan memimpin pada awal persidangan sinode dan persidangan gerejawi lainnya.
      1. Membuat dan melaporkan tugas dan tanggung jawabnya tentang pelaksanaan keputusan-keputusan sinode, pelaksanaan kebijakan sinode, Sidang Sinode Tahunan dan kepada Sidang Sinode.
      1. Mengajukan konsep atau usulan tentang: tugas-tugas pokok, garis-garis besar program kerja/pelayanan, uraian dan pelaksanaan program kerja/pelayanan sinode, dan hal-hal lain sesuai dengan tugas sinode, kepada Sidang Sinode Tahunan dan Sidang Sinode.
      1. Menetapkan wakil-wakil GPIL untuk duduk di PGI, PGI-Wilayah dan badan-badan persekutuan ekumenis lainnya.
      1. Melakukan tugas-tugas gerejawi lainnya.

Ayat (4)   :  Tugas Ketua MPS:

  1. Melakukan kepemimpinan MPS dan Sinode GPIL.
  2. Memimpin persidangan MPS.
  3. Melakukan tugas-tugas gerejawi lainnya.

Ayat (5)   :  Tugas Sekretaris MPS.

  1. Bersama Ketua melakukan tugas kepemimpinan MPS dan Sinode.
  2. Bersama Ketua memimpin persidangan MPS.
  3. Melakukan tugas yang berhubungan dengan surat menyurat dan tugas kesekretariatan sinode.
  4. Melakukan tugas-tugas gerejawi lainnya.

Ayat (6)   :  Tugas Bendahara MPS.

  1. Bersama Ketua dan Sekretaris melakukan tugas kepemimpinan MPS dan Sinode.
  2. Melakukan tugas yang berhubungan dengan harta milik dan perbendaharaan sinode.
  3. Melakukan tugas-tugas gerejawi lainnya.

Ayat (7)   :  Tugas Anggota MPS.

1.    Bersama Ketua, Sekretaris dan Bendahara melakukan tugas kepemimpinan MPS dan Sinode.

2     Membantu Ketua, Sekretaris dan Bendahara melakukan tugas yang dipercayakan kepadanya.

3.    Melakukan tugas-tugas gerejawi lainnya.

Ayat (8)   :  Rincian Tugas Ketua, Sekretaris, Bendahara , Anggota MPS dietetapkan oleh MPS.

Pasal 23

Badan-badan Pembantu

Ayat (1)   :  Badan-badan pembantu adalah: Lembaga, Departemen, Panitia, dan Yayasan, yang dibentuk dan diangkat untuk melakukan tugas-tugas tertentu sesuai dengan bidang tugasnya.

Ayat (2)   :  Lembagadan departemen adalah Badan Pembantu yang bersifat tetap dalam satu periode persidangan Sinode.

Ayat (3)   :  Panitia adalah Badan Pembantu yang bersifat sementara.

Ayat (4)   :  Yayasan adalah Badan Pembantu untuk pelayanan gerejawi yang luas yang membutuhkan gerak yang lebih bebas dan dengan badan hukum sendiri.

Ayat (5)   :  Susunan pengurus dari badan pembantu sedikit-sedikitnya terdiri dari: seorang ketua, seorang sekretaris, dan  seorang anggota.

Ayat (6)   :  Masa bakti Badan Pembantu adalah: 5 (lima) tahun atau sama dengan masa bakti MPS.

Ayat (7)   :  Masa bakti panitia adalah sesuai dengan kebutuhan.

Ayat (8)   :  Masa bakti yayasan adalah sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya.

Ayat (9)   :  Angaran Dasar Anggaran Rumah TanggaYayasan sinode dibuat oleh MPS GPIL dan tidak bertentangan dengan TATADASAR dan TATA RUMAH TANGGA GPIL.

Ayat (10) :  Tata kerja bebadan pembantu ditetapkan oleh MPS.

Pasal 24

Persidangan dan Rapat

Ayat (1)   :  Persidangan sinode adalah sarana pengambilan keputusan tertinggi di GPIL dan rapat MPS adalah sarana pengambilan keputusan tingkat MPS.

Ayat (2)   :  Rapat badan-badan pembantu disesuaikan Tata Kerja atau Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah tangganya masing-masing.

Ayat (3)   :  Khusus untuk persidangan yang membahas tentang perubahan TATA DASAR, TATA RUMAH TANGGA dan Peraturan Khusus GPIL, undangan disampaikan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum rapat  dilaksanakan, dengan menyertakan bahan sidang.

Ayat (5)   :  Usulan kepada MPS  mengenai perubahan/penggantian TATA DASAR, TATA RUMAH TANGGA atau Peraturan Khusus GPIL harus diterima enam bulan sebelum sidang yang akan membahas TATA DASAR, TATA RUMAH TANGGA atau Peraturan Khusus GPIL dilaksanakan.

Ayat (6)   :  Ketentuan yang lebih rinci diatur dalam tata tertib persidangan. Tata tertib persidangan  tidak bertentangan dengan TATA DASAR dan TATA RUMAH TANGGA GPIL.

Pasal 25

Pertanggungjawaban

Ayat (1)   :  Tahun Anggaran Sinode termasuk tahun program kerja /pelayanan adalah tanggal 1 Januari sampai tanggal 31 Desember.

Ayat (2)   :  MPS melaporkan pertanggungjawabannya, termasuk pertanggung-jawaban pengelolaan harta milik dan perbendaharaan GPIL kepada Sidang Sinode Tahunan dan Sidang Sinode. Laporan disampaikan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum sidang dilaksanakan.

Ayat (3)   :  Badan-badan pembantu melaporkan pertanggungjawabannya termasuk pertanggungjawaban pengelolaan harta milik dan perbendaharaan kepada MPS.

Pasal 26

Wewenang MPS

Ayat (1)   :  MPS berwenang menjabarkan dan melaksanakan tugas-tugasnya.

Ayat (2)   :  MPS berwenang membantu, menyelesaikan masalah-masalah yang timbul yang membahayakan jemaat atau klasis baik diminta atau tidak diminta.

BAB VIII

BADAN PERTIMBANGAN

Pasal 27

Syarat Anggota BP

Ayat (1)   :  Anggota jemaat yang telah baptis dewasa/sidi, baik yang berlatar belakang teologia maupun non-teologia, memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam memimpin dan menatalayani kehidupan jemaat, klasis, dan sinode.

Ayat (2)   :  Mampu memberi pertimbangan-pertimbangan dalam mengembangkan kepemimpinan dan penatalayanan jemaat, klasis, dan sinode.

Pasal 28

Tugas BP

Memberi pertimbangan tentang hal-hal mendasar dan strategis dalam pengembangan kepemimpinan dan penatalayanan gereja kepada majelis jemaat, majelis pekerja klasis, majelis pekerja sinode, dan persidangan-persidangan gerejawi di lingkungan GPIL.

Pasal 29

Prosedur Memberi Pertimbangan

Ayat (1)   :  Pertimbangan disampaikan secara tertulis kepada MPS baik diminta maupun tidak diminta apabila terdapat persoalan yang mengancam keutuhan jemaat, klasis dan MPS.

Ayat (2)   :  Pertimbangan disampaikan secara tertulis kepada majelis pekerja sinode pada saat rapat evaluasi program dan kegiatan tahunan serta pada saat hendak menyusun program dan kegiatan tahun berikutnya.Pertimbangan disampaikan secara tertulis kepada majelis pekerja sinode pada saat persidangan-persidangan tingkat sinode.

BAB IX

BADAN PEMERIKSA PERBENDAHARAAN

Pasal 30

Syarat Anggota BP2

Ayat (1)   :  Anggota jemaat yang telah baptis dewasa/sidi, baik yang berlatar belakang teologia maupun non-teologia, memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam menatalayani keuangan dan perbendaharaan jemaat, klasis, dan sinode.

Ayat (2)   :  Mampu melakukan pemeriksaan keuangan dan perbendaharaan gereja menurut prinsip-prinsip akuntabilitas dan transparansi.

Pasal 31

Tugas  BP2

Ayat (1)   :  Memeriksa dan mengawasi perbendaharaan Majelis Pekerja Sinode secara periodik setiap enam bulan.

Ayat (2)   :  Memberi pertimbangan kepada MPS tentang pengembangan sistem pengelolaan perbendaharan GPIL.

Ayat (3)   :  Memberi pertimbangan kepada MPS  dalam menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan harta milik GPIL

Pasal 32

Prosedur Pemeriksaaan

Ayat (1)   :  BP2, BP dan MPS menyelenggarakan rapat koordinasi pada awal periode kerja untuk merumuskan prosedur dan kelengkapan pemeriksaan serta pengawasan perbendaharaan.

Ayat (2)   :  Prosedur dan kelengkapan pemeriksaan dan pengawasan disesuaikan dengan “standard operating procedur” (SOP) perbendaharan GPIL yang telah mendapat kesepakatan antara MPS dan BP2, serta disahkan oleh Sidang Sinode Tahunan.

Ayat (3)   :  Segala hasil temuan pengawasan dan pemeriksaan perbendaharaan disampaikan kepada MPS dalam rangka meningkatkan transpansi dan akuntabiltas laporan perbendaharaan sebelum dilaporkan kepada persidangan-persidangan di lingkungan sinode GPIL.

Ayat (4)   :  BP2 melaporkan hasil pengawasan dan pemeriksaan serta penilaiannya kepada persidangan-persidangan di lingkungan sinode GPIL.

BAB X

ORGANISASI INTRA GEREJAWI (OIG)

Pasal 33

Posisi OIG Di  Jemaat

Ayat (1)   :  Majelis jemaat wajib menetapkan seorang anggota majelis yang membidangi pelayanan OIG di tingkat jemaatnya.

Ayat (2)   :  Program OIG di dalam jemaat tidak boleh bertentangan dengan program yang dibuat oleh majelis jemaat.

Ayat (3)   :  Semua program dan kegiatan OIG dikoordinasikan dan harus disetujui oleh majelis jemaat.

Ayat (4)   :  Majelis jemaat mengalokasikan dana untuk mendukung program dan kegiatan OIG tingkat jemaat.

Pasal 34

Posisi OIG Di Klasis

Ayat (1)   :  Majelis pekerja klasis wajib menetapkan seorang anggotanya yang  membidangi pelayanan OIG di tingkat klasisnya.

Ayat (2)   :  Program OIG di Klasis tidak boleh bertentangan dengan program yang dibuat oleh MPK.

Ayat (3)   :  Semua program dan kegiatan OIG dikoordinasikan dan harus disetujui oleh MPK.

Ayat (4)   :  Majelis pekerja kalsis mengalokasikan dana untuk mendukung program dan kegiatan OIG tingkat klasis.

Pasal 35

Posisi OIG Di Sinode

Ayat (1)   :  Majelis pekerja sinode wajib menetapkan seorang anggotanya yang membidangi pelayanan OIG tingkat sinodal.

Ayat (2)   :  Program atau kegiatan OIG tidak boleh bertentangan dengan program atau kegiatan Sinode.

Ayat (3)   :  Semua program dan kegiatan OIG dikoordinasikan dan harus disetujui oleh MPS.

Ayat (4)   :  Majelis Pekerja Sinode mengalokasikan dana untuk mendukung program dan kegiatan OIG tingkat sinode.

BAB XI

PELAYANAN ANAK DAN REMAJA

Pasal 36

Posisi Pelayanan Anak dan Remaja Di  Jemaat

Ayat (1)   :  Majelis jemaat wajib menetapkan seorang anggotanya yang membidangi pelayanan anak dan remaja di tingkat jemaatnya.

Ayat (2)   :  Program Pelayanan Anak dan Remaja  di dalam jemaat tidak boleh bertentangan dengan program yang dibuat oleh majelis jemaat.

Ayat (3)   :  Semua program dan kegiatan pelayanan anak dan remaja dikoordinasikan dan harus disetujui oleh majelis jemaat.

Ayat (4)   :  Majelis jemaat mengalokasikan dana untuk mendukung program dan kegiatan anak dan remaja tingkat jemaat.

Pasal 37

Posisi Pelayanan Anak dan Remaja Di Klasis

Ayat (1)   :  Majelis pekerja klasis wajib menetapkan seorang anggotanya yang membidangi pelayanan anak dan remaja di tingkat klasisnya.

Ayat (2)   :  Program Pelayanan anak dan remaja di Klasis tidak boleh bertentangan dengan program yang dibuat oleh MPK.

Ayat (3)   :  Semua program dan kegiatan anak dan remaja dikoordinasikan dan harus disetujui oleh MPK.

Ayat (4)   :  Majelis pekerja kalsis mengalokasikan dana untuk mendukung program dan kegiatan anak dan remaja tingkat klasis,

Pasal 38

Posisi Pelayanan Anak dan Remaja Di Sinode

Ayat (1)   :  Majelis pekerja sinode wajib menetapkan seorang anggotanya yang membidangi pelayanan anak dan remaja di tingkat sinode.

Ayat (2)   :  Program atau kegiatan anak dan remaja tidak boleh bertentangan dengan program atau kegiatan Sinode.

Ayat (3)   :  Semua program dan kegiatan anak dan remaja dikoordinasikan dan harus disetujui oleh MPS.

Ayat (4)   :  Majelis Pekerja Sinode mengalokasikan dana untuk mendukung program dan kegiatan anak dan remaja tingkat sinode.

BAB XII

PERIBADAHAN

Pasal 39

Kebaktian

Ayat (1)   :  Kebaktian-kebaktian yang diselenggarakan oleh GPIL adalah :

  1. Kebaktian Minggu.
  2. Kebaktian pada hari-hari raya gerejawi, yaitu : Natal, Jumat Agung/Sengsara dan Kematian Tuhan Yesus Kristus, Paskah, Kenaikan Tuhan Yesus Kristus ke Sorga dan Pentakosta.
  3. Kebaktian-kebaktian khusus, yaitu :
    1. Kebaktian akhir tahun
    1. Kebaktian Tahun Baru.
    1. Kebaktian Peresmian Bakal Jemaat, Pendewasaan Bakal Jemaat, Penerimaan Jemaat  yang menggabungkan diri, Pembubaran Jemaat.
    1. Kebaktian Pengurapan Pendeta.
    1. Kebaktian Pengutusan Pendeta.
    1. Kebaktian Emiritasi Pendeta.
    1. Kebaktian dalam rangka persidangan gerejawi.
    1. Kebaktian ekumene
    1. Kebaktian Pemberkatan Nikah
    1. Kebaktian Pemakaman.
    1. KebaktianPenyegaran Rohani.
    1. Kebaktian Peresmian Rumah Kebaktian.
    1. Kebaktian Perjamuan Kasih.
    1. Kebaktian  Hari Ulang Tahun GPIL
    1. Kebaktian Hari Proklamasi RI , 17 Agustus.

4.    Kebaktian-kebaktian syukur, yaitu :

  1. Kebaktian syukur Kelahiran.
    1. Kebaktian Syukur Panen/memetik buah/mulai menanam
    1. Kebaktian Syukur Memasuki Rumah Baru.
    1. Kebaktian -kebaktian syukur lainnya.

5.    Kebaktian Rumah Tangga, kebaktian persekutuan pemuda, kebaktian persekutuan wanita, kebaktian anak.

6.    Kebaktian- kebaktian lainnya yang ditetapkan oleh Majelis Jemaat, Majelis Pekerja Klasis dan MPS.

Ayat (2)   :  Dalam Kebaktian Hari Minggu dan Kebaktian Hari Raya Gerejawi menggunakan liturgi GPIL yang telah ditetapkan.

Ayat (3)   :  Di dalam setiap kebaktian diperbolehkan menggunakan alat musik, alat peraga, dan alat-alat lain sesuai dengan sifat kebaktian.

Ayat (4)   :  Rumah Kebaktian (gedung gereja) harus dijaga kebersihannya dan ketenangannya sehingga kebaktian yang sedang dilaksanakan tidak terganggu; dan tidak dipakai untuk keperluan-keperluan yang bertentangan dengan ibadah.

Ayat (5)   :  Pelaksana kebaktian :

  1. Majelis Jemaat adalah penanggungjawab atas seluruh kebaktian yang diselenggarakan dalam jemaatnya..
    1. Majelis Jemaat berkewajiban untuk menyelenggarakan kebaktian Minggu, Kebaktian Hari-hari Raya Gerejawi dan kebaktian-kebaktian lainnya sesuai dengan kebutuhan.
    1. Majelis Jemaat dapat mengadakan pertukaran pelayanan dengan gereja lain yang paham pengajarannya tidak bertentangan dengan paham pengajaran GPIL. Pertukaran pelayanan dilakukan dalam rangka pembangunan iman dan kerjasama Ekumenis.
    1. Majelis Pekerja Klasis dan MPS dapat menyelenggarakan  kebaktian dalam rangka persidangan-persidangan gerejawi mereka.
    1. Badan-badan pembantu Majelis Jemaat, Majelis Perja Klasis, MPS dapat menyelenggarakan kebaktian yang berhubungan dengan tugas pelayanan mereka.

Pasal 40

Kebaktian Keluarga

Ayat (1)   :  Anggota GPIL melaksanakan  Kebaktian  Keluarga  untuk keluarganya  sendiri dan dilaksanakan oleh keluarga yang bersangkutan.

Ayat (2)   :  Kebaktian  Keluarga yang melibatkan orang lain diluar keluarga yang bersangkutan dengan pemimpin/pengkotbah/pembawa renungan  dari  luar  jemaat  dilaksanakan  dengan sepengetahuan Majelis Jemaatnya.

Pasal 41

Pemberitaan Firman

Pemberitaan Firman Tuhan adalah bentuk penyampaian Firman Tuhan yang dilakukan didalam dan ditujukan kepada persekutuan seperti misalnya : Kotbah/ Renungan dalam kebaktian ; Pemahaman Alkitab ; Cerita Sekolah Minggu, dll.

BAB XIII

S A K R A M E N

Pasal 42

Baptisan Kudus

Ayat (1)   :  Baptisan Kudus dilakukan kepada anak-anak disebut Baptisan Anak.

Ayat (2)   :  Syarat-syarat Baptisan Anak :

1.    Anak yang  dapat dibaptis adalah anak yang sekurang-kurangnya salah satu dari orang tuanya adalah anggota baptis dewasa/sidi GPIL, termasuk anak angkat yang sah.

2.    Usia anak itu setinggi-tingginya 15 tahun.

3.    Kedua atau salah satu orang tua yang membaptiskan anaknya mengajukan permohonan tertulis kepada majelis jemaat dengan mengisi formulir yang ditetapkan oleh GPIL.

4.    Orang tua yang hendak membaptiskan anaknya harus terlebih dahulu mengikuti percakapan gerejawi  tentang makna baptis anak dan berjanji untuk mendidik anaknya menurut firman Tuhan.

5.    Orang tua yang mengajukan permohonan untuk membaptiskan anaknya tidak sedang dalam penggembalaan khusus.

6.    Jika kedua orang tua anak itu telah meningal atau berhalangan, terpidana,sakit ingatan, atau sesuatu dan lain hal yang dipandang oleh Majelis Jemaat bertentangan dengan prinsip-prinsip alkitabiah maka kedudukan mereka dapat diganti oleh wali anak itu, yang adalah anggota baptis dewasa/sidi GPIL.

Ayat (3)   :  Pelaksanaan

1.    Percakapan gerejawi dilakukan dengan orang tua/ wakilnya. sebelum nama anak yang akan dibaptis diwartakan.

2     Selama dua hari Minggu berturut-turut majelis jemaat mewartakan kepada anggota mengenai rencana baptis anak dengan menyebut nama anak, nama dan alamat orang tuanya/ wakilnya.

3.    Baptisan dilakukan dengan Nama Allah Bapa dan Anak dan Roh Kudus dengan percikan air.

4.    Baptisan anak dilaksanakan oleh Majelis Jemaat dan dilayani oleh Pendeta dalam kebaktian hari Minggu atau hari-hari raya gerejawi dengan menggunakan formulir yang ditetapkan oleh GPIL.

5.    Baptisan anak bagi anak yang sakit berat atas permintaan orang tuanya/wakilnya dapat dilaksanakan di rumah atau di  rumah sakit pada hari yang ditetapkan oleh Majelis Jemaat.

6.    Nama anak yang telah menerima baptis anak dicatat dalam buku induk kewargaan dan kepadanya diberikan surat baptis anak yang ditetapkan oleh GPIL.

Ayat (4)   :  Baptisan Kudus dilakukan kepada orang dewasa disebut sebagai Baptisan Dewasa.

Ayat (5)   :  Syarat-syarat Baptisan Dewasa :

  1. Telah menyelesaikan katekisasi untuk sidi/ baptisan dewasa di jemaatnya.
  2. Bila yang dibaptis itu telah menyelesaikan katekisasi sidi/baptis dewasa di gereja yang saling menerima dan saling mengakui dengan GPIL ia perlu dilengkapi dengan penghayatan GPIL.
  3. Mengajukan permohonan kepada majelis jemaat.
  4. Usianya waktu dibaptis sekurang-kurangnya 16  tahun.
  5. Mengikuti percakapan gerejawi gerejawi yang diadakan oleh majelis jemaatnya, tentang pemahaman, kesadaran dan penghayatan imannya serta dinyatakan layak untuk menerima anugerah baptisan. Seseorang dinyatakan layak untuk menerima anugerah baptisan pada dasarnya bila ia sungguh-sungguh  percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dan akan terus menerus mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari.
  6. Orang jompo atau sakit berat dapat dibaptis apabila ia dengan sadar dapat mengakui imannya.

Ayat (6)   :  Pelaksanaan

  1. Percakapan gerejawi dilakukan sebelum nama orang yang akan dibaptis diwartakan.
  2. Selama dua hari Minggu berturut-turut majelis jemaat mewartakan kepada anggota mengenai rencana baptis dewasa dengan menyebutkan nama dan alamat orang/orang-orang yang akan dibaptis agar anggota ikut mendoakan dan mempertimbangkan.
  3. Bila tidak ada keberatan yang sah dari anggota pada warta terakhir baptisan dewasa dilaksanakan. Keberatan dianggap sah bila dinyatakan secara tertulis dan menyebut nama dan alamat yang jelas serta dibubuhi tanda  tangan dari penulis atau cap ibu jari. Isi surat keberatan adalah menyebut bahwa yang akan dibaptis tidak memenuhi salah satu atau lebih dari syarat yang ditentukan. Dan terbukti keberatannya benar.
  4. Baptisan dilaksanakan dalam Nama Allah Bapa dan Anak dan Roh Kudus dengan percikan air.
  5. Baptisan dewasa dilaksanakan oleh Majelis Jemaat dan dilayani oleh Pendeta dalam kebaktian hari Minggu atau hari raya gerejawi dengan menggunakan formulir yang ditetapkan oleh GPIL.
  6. Baptisan bagi orang jompo atau sakit berat atas permintaan orang tersebut dilaksanakan di rumah atau di rumah sakit pada hari yang ditetapkan oleh Majelis Jemaat, dan diwartakan kepada anggota sebelum dan sesudah dilaksanakan.
  7. Nama orang yang telah menerima baptisan dewasa dicatat dalam buku induk kewargaan dan kepadanya diberikan surat baptis dewasa yang ditetapkan oleh GPIL.

Ayat (7)   :  Jemaat GPIL dapat melaksanakan baptisan anak bagi anak dari orang tua yang berasal dari jemaat GPIL lain atau dari gereja lain dengan ketentuan memenuhi peraturan yang berlaku di GPIL.

Ayat (8)   :  Pengakuan percaya atau sidi.

1.    Syarat-syarat :

  1. Orang yang akan mengaku percaya/sidi mengajukan permohonan kepada majelis jemaat.
    1. Telah menerima baptisan anak dan usianya pada waktu mengaku percaya/sidi serendah-rendahnya 16 tahun. Bila orang itu telah menerima baptisan ( anak atau dewasa) dari gereja lain ia harus terlebih dahulu menerima surat pindah (atestasi) dari gereja asalnya. Bila ia tidak berhasil menerima surat tersebut ia menunjukkan surat baptis atau surat keterangan yang dapat dipertanggungjawabkan.
    1. Telah menyelesaikan katekisasi untuk sidi di GPIL sesuai dengan ketentuan katekisasi yang tertulis dalam TATA RUMAH TANGGA GPIL ini. Bila yang akan mengaku percaya telah menyelesaikan katakisasi untuk sidi pada gereja yang saling menerima dan mengakui dengan GPIL, ia perlu dilengkapi dengan pengenalan akan GPIL.
    1. Telah mengikuti percakapan percakapan gerejawi gerejawi yang diadakan oleh majelis jemaat tentang pemahaman , kesadaran dan penghayatan imannya, serta dinyatakan layak menjadi anggota sidi GPIL.

2.    Pelaksanaan

  1. Selama dua hari Minggu berturut-turut majelis jemaat mewartakan kepada anggota mengenai rencana pengakuan percaya/sidi dengan menyebut nama dan alamat orang yang akan mengaku percaya/sidi, agar jemaat mendoakan dan mempertimbangkannya.
  • Bila tidak ada keberatan yang sah dari anggota pada warta terakhir, pengakuan percaya/sidi orang itu dilaksanakan.
  • Keberatan dianggap sah bila dinyatakan secara tertulis dan menyebut nama dan alamat yang jelas serta dibubuhi tanda tangan atau cap ibu jari dari penulis. Isi surat keberatan adalah menyebut bahwa yang akan mengaku percaya tidak memenuhi salah satu atau lebih syarat yang ditentukan. Dan terbukti keberatannya benar.
  • Pengakuan percaya/sidi dilaksanakan oleh Majelis Jemaat dan dilayani oleh Pendeta dalam kebaktian Minggu atau hari-hari raya gerejawi, dengan menggunakan formulir yang ditetapkan oleh GPIL.
  • Nama orang yang telah mengaku percaya/sidi  dicatat dalam buku induk kewargaan dan kepadanya diberi surat pengakuan percaya/sidi yang ditetapkan oleh GPIL.

Pasal 43

Perjamuan Kudus

Ayat (1)   :  Perjamuan  Kudus  dilakukan   kepada   anggota  dewasa yang sudah baptis atau sudah mengaku percaya/sidi yang tidak sedang dalam pengembalaan khusus; dan anggota  dari  gereja lain yang saling menerima dan  saling  mengakui  dengan  GPIL ,  sudah  baptis dewasa atau  sidi dan tidak sedang dalam penggembalaan khusus.

Ayat (2)   :  Pelaksanaan :

1.    Sebelum Perjamuan Kudus dirayakan Majelis Jemaat melakukan percakapan dirinya sendiri untuk memeriksa kelayakan dirinya sendiri untukikut dan melayani perjamuan Kudus (sensura morum).

       Bersamaan dengan itu Majelis Jemaat  mempersiapkan warganya agar layak dalam perjamuan kudus.

2.    Orang dianggap layak untuk mengikuti dan melayani perjamuan kudus bila ia tidak sedang dalam penggembalaan khusus, juga orang yang selalu bersedia dibaharui dan orang yang bersedia mengubah cara hidupnya secara kongkrit sesuai dengan firman Tuhan.

3.    Selama dua hari Minggu berturut-turut Majelis  Jemaat mewartakan kepada anggota mengenai rencana perjamuan kudus, agar anggota mulai berdoa untuk itu dan mempersiapkan diri.

4.    Perjamuan kudus  dilaksanakan dengan menggunakan roti tawar dan anggur. Bila ada anggota karena ada alasan kesehatan tidak diperkenankan atau tidak dapat minum anggur, maka dapat disediakan baginya pengganti anggur.

5.    Perjamuan kudus dilakukan oleh Majelis Jemaat dan dilayani oleh Pendeta dalam kebaktian-kebaktian  dengan menggunakan formulir GPIL.

6.    Perjamuan kudus bagi orang jompo atau sakit berat dilaksanakan bila ia masih dalam keadaan sadar dan dapat dilaksanakan di rumah atau di rumah sakit sesuai dengan permintaannya, pada hari yang ditetapkan oleh majelis jemaat. Hal tersebut diwartakan kepada anggota sebelum dan sesudah perjamuan kudus  dilaksanakan.

Ayat (3)   :  Anggota GPIL yang sudah baptis atau sidi yang tidak sedang dalam penggembalaan khusus dapat mengikuti perjamuan kudus di gereja lain yang saling menerima dan saling mengakui dengan GPIL dan yang paham pengajarannya tidak bertentangan dengan GPIL.

BAB XIV

P E N G A J A R A N

Pasal 44

Katekisasi

Ayat (1)   :  Majelis Jemaat di Jemaat-jemaat GPIL wajib melakukan katekisasi untuk persiapan Baptisan Dewasa/Sidi dan Katekisasi Pernikahan (Pernikahan).

Ayat (2)   :  Katekisasi Baptisan Dewasa/Sidi :

  1. Katekisasi baptisan dewasa/sidi adalah katekisasi untuk mempersiapkan orang yang akan baptis dewasa yang sebelumnya belum menjadi anggota jemaat dan untuk mempersiapkan pengakuan percaya bagi mereka yang waktu kecil sudah menerima baptisan anak.
    1. Katekisasi ini diselenggarakan oleh Majelis Jemaat dan dilayani oleh Pendeta atau yang dianggap layak melayani katekisasi  dan ditunjuk oleh Majelis Jemaat.
    1. Katekisasi berlangsung diantara 6 (enam)sampai 12 (dua belas)  bulan dan diadakan setiap minggu sekali; bagi kasus-kasus tertentu, lamanya katekisasi ditentukan sendiri oleh majelis jemaat, dengan mempertimbangkan bahan katekisasi dapat diselesaikan.

Ayat (3)   :  Katekisasi Pernikahan:

  1. Katekisasi Pernikahan  adalah katekisasi untuk mempersiapkan anggota GPIL untuk memasuki pernikahan  dengan menggunakan buku katekisasi pranikah yang ditetapkan oleh GPIL.
  2. Katekisasi ini dilaksanakan oleh Majelis Jemaat dan dilayani oleh Pendeta  atau yang dianggap layak untuk melayani katekisasi pernikahan dan ditunjuk oleh Majelis Jemaat.
  3. Katekisasi berlangsung satu sampai tiga bulan, setiap minggu sekali. Bagi kasus-kasus tertentu, Katekisasi Pernikahan dapat dilangsungkan dalam waktu kurang dari satu bulan dengan cara yang ditentukan oleh majelis jemaat, dengan mempertimbangkan bahan katekisasi dapat diselesaikan.

BAB XV

P E M B I N A A N

Pasal 45

Kegiatan Pembinaan

Pembinaan dilakukan dengan cara penataran, lokakarya, retreat, latihan, kursus-kursus, maupun melalui penerbitan Majalah/ Warta Gereja, Buku Renungan, Pedoman Kotbah, Bahan Pemahaman Alkitab, dll.

Pasal 46

Pelaksanaan

Ayat (1)   :  Pelaksana Pembinaan adalah Majelis Jemaat, MPK, dan MPS dengan badan-badan pembantunya masing-masing.

Ayat (2)   :  Pelaksanaan

  1. Program Pembinaan disusun dengan memperhatikan kebutuhan GPIL dan tantangan yang dihadapinya.
  2. Program Pembinaan disusun dengan memperhatikan efisiensi dana, daya dan waktu, perencanaan yang baik dan berkesinambungan.
  3. Pembinaan dilaksanakan dengan memanfaatkan tenaga-tenaga ahli dari GPIL, gereja lain yang saling menerima dan saling mengakui dengan GPIL, Lembaga-lembaga lain dan mitra GPIL.
  4. Majelis Jemaat, MPK, MPS dan Badan-badan pembantunya melakukan pembinaan dengan memperhatikan dan sejalan dengan yang digariskan dalam Program Pembinaan.

BAB XVI

P E R N I K A H A N

Pasal  47

Pernikahan

Ayat (1)   :  Syarat-syarat untuk Nikah.

  1. Seorang laki-laki hanya boleh beristrikan seorang perempuan dan demikian pula seorang perempuan hanya boleh bersuamikan seorang laki-laki.
  2. Calon suami dan calon istri harus menyatakan bahwa Pernikahannya itu nanti tidak dipaksa/terpaksa melainkan atas kehendak sendiri dan atas dasar kasih mengasihi.
  3. a. Umur laki-laki (jejaka) sekurang-kurangya 19  tahun dan umur perempuan (gadis) sekurang-kurangnya 16 tahun.

b.  Apabila hendak nikah sebelum umur tersebut harus mendapat ijin tertulis terlebih dahulu dari orang tua dan/atau pihak yang berwenang/pengadilan (Pasal 7 UU No 1 /Th 1974).

  • Apabila salah seorang dari orang tuanya telah meninggal dunia ijin diberikan oleh orang tuanya yang masih hidup, dan apabila semua orang tuanya telah meninggal dunia ijin didapat dari orang tua pengganti atau penanggungnya.
  • Calon mempelai yang tidak mendapat ijin dari orang tuanya , orang tua pengganti atau penanggungnya, meminta keputusan kepada pihak yang berwenang/pengadilan (Pasal 6 Ayat 5 UU 1/ Th 1974).
  • Orang yang pernah menikah boleh menikah lagi dengan menunjukkan surat kematian istri atau suami bagi yang ditinggal mati istri atau suami dan menunjukkan surat cerai bagi yang bercerai. Surat-surat tersebut harus dikeluarkan oleh pihak yang berwenang.
  • Seorang wanita dan pria yang bercerai tidak boleh menikah lagi sebelum 90  hari sejak perceraian dan yang ditinggal mati oleh suaminya atau istrinya tidak boleh menikah lagi sebelum 130  hari sejak kematian suaminya, kecuali terbukti belum mengandung/hamil (Pasal 39 Ayat 1 PP 9 /1975).
  • Seorang laki-laki dan seorang perempuan yang hendak menikah harus mengikuti katekisasi pra-nikah yang diatur oleh majelis jemaat setempat.
  • Calon mempelai berdua melaporkan rencana Pernikahannya kepada Majelis Jemaat dan diumumkan berturut-turut dalam dua kali ibadah hari Minggu.

Ayat (2)   :  Yang tidak boleh melakukan Pernikahan.

Orang tua dengan anaknya sendiri, kakek nenek dengan cucu-cucunya seterusnya, (baik dari Pernikahan yang sah maupun yang tidak sah) antara saudara sekandung, antara saudara seibu lain ayah, seayah lain ibu.

Pasal 48

Keabsahan Pernikahan

Ayat (1)   :  Pernikahan menjadi sah bila sudah diberkati dalam kebaktian Peneguhan Nikah Suci dan dicatatkan secara hukum/sipil.

Ayat (2)   :  Orang yang sudah menikah, kemudian masuk Kristen maka nikahnya dinyatakan sah.

Ayat (3)   :  Jika salah seorang, yaitu suami atau istri, masuk Kristen maka nikah dinyatakan sah.

Pasal 49

Halangan yang Membatalkan Nikah

Ayat (1)   :  Bila ternyata bahwa permintaan kawin calon mempelai itu karena dipaksa (walaupun semula dikatakan sebagai kemauan sendiri).

Ayat (2)   :  Bila salah satu atau keduanya, calon mempelai, tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih dari syarat Pernikahan.

Pasal 50

Kewajiban orang bersuami istri

Ayat (1)   :  Suami istri berkewajiban saling membantu dan saling melayani sesuai dengan kehendak Allah baik dalam kebutuhan- kebutuhan hidup di dunia ini maupun dalam kebutuhan- kebutuhan hidup kekal sehingga dapat membangun hidup bersama dan dapat menjadi berkat bagi Gereja dan masyarakat.

Ayat (2)   :  Suami istri berkewajiban membangun persekutuan hidup yang kokoh, yang hanya dapat dipisahkan oleh kematian, membina kehidupan rumah tangga dengan bertanggung jawab, memelihara, dan mendidik anak-anak dalam pengenalan akan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya.

Ayat (3)   :  Suami berkewajiban menjalankan tugasnya dengan penuh kasih sebagai kepala keluarga yang memimpin keluarganya  untuk hidup di jalan yang benar sesuai dengan firman Tuhan  (Efesus 5:22-24)

Pasal 51

Perceraian

Ayat (1)   :  Nikah itu perkara yang suci karena itu pada dasarnya perceraian tidak dikehendaki oleh Tuhan. Perceraian semata-mata karena kematian. Hanya karena kekerasan hatinya maka perceraian terpaksa dilakukan (Matius 19 : 16 ).

Ayat (2)   :  Bila suami istri berniat untuk bercerai harus melaporkan hal tersebut kepada Majelis Jemaat agar Majelis Jemaat mendoakan untuk perdamaiannya dan melakukan penggembalaan.

Ayat (3)   :  Bila terpaksa harus bercerai, perceraian itu dilakukan di Pengadilan. Apabila proses perceraian sudah selesai, maka harus melakukan pengakuan dosa di hadapan anggota jemaat.

Pasal 52

Kematian

Jika ada anggota jemaat meninggal dunia istri atau suami, anak atau keluarganya melaporkan kepada Majelis Jemaat paling lama 10 (sepuluh) hari sesudah meninggal dunia. Nama orang yang telah meninggal tersebut dicatat didalam kematian. Majelis jemaat mendampingi anggota keluarganya untuk mendapatkan akta kematian dari negara.

Pasal 53

Anak dan Kelahiran

Ayat (1)   :  Bagi anggota jemaat, anak adalah berkat Tuhan, oleh karena itu harus dikasihi, dididik menurut kehendak Allah , agar ia kemudian setelah dewasa dapat menghayati kasih Allah, dan mengaku imannya, dan menjadi korban yang hidup bagi Tuhan.

Ayat (2)   :  Pelaksanaan pendidikan bagi anak keluarga Kristen dilakukan di keluarga,  gereja dan sekolah.

Ayat (3)   :  Orang yang mengadopsi anak harus lapor kepada Majelis Jemaat bersama dengan saksi dan menerangkan tentang maksudnya, membawa Surat Keterangan Ijin dari keluarga anak adopsi, kecuali kalau anak itu tidak diketahui orang tuanya.

Ayat (4)   :  Hak dan kewajiban orang tua terhadap anak adopsi sama dengan terhadap anak sendiri, sedangkan hak dan kewajiban anak adopsi terhadap orang tua yang mengadopsi sama dengan terhadap orang tuanya sendiri.

BAB XVII

PENGGEMBALAAN

Pasal 54

Penggembalaan Umum

Ayat (1)   :  Penggembalaan Umum dilakukan agar anggota dan majelis jemaat terus menerus hidup sesuai dengan firman Tuhan.

Ayat (2)   :  Penggembalaan Umum dilakukan melalui, kotbah, kunjungan/ pelawatan, percakapan pastoral, surat penggembalaan, dan pertemuan-pertemuan penggembalaan lainnya.

Ayat (3)   : Penggembalaan Umum terhadap anggota dapat dilaksanakan antar anggota dan oleh Majelis Jemaat, MPK,  dan MPS.

Ayat (6)   :  Penggembalaan Umum terhadap Majelis Jemaat dilaksanakan oleh MPK dan MPS.

Pasal 55

Penggembalan Khusus

Ayat (1)   :  Penggembalan Khusus bagi anggota baptis dan sidi dilakukan:

1.    Bila anggota baptis dewasa dan/sidi jatuh di dalam dosa, yaitu hidup dan kelakuannya dan paham pengajarannya bertentangan dengan firman Allah, dan menjadi batu sandungan bagi orang lain agar bertobat dan kembali hidup sesuai dengan firman Allah.

2.    Anggota jemaat yang sedang dalam penggembalaan khusus tidak dapat menduduki jabatan gerejawi.

Ayat (2)   :  Pelaksanaan

  1. Bila ada anggota yang sudah baptis dewasa dan/sidi jatuh di dalam dosa, anggota yang lain menegur anggota yang jatuh di dalam dosa itu. Bila ternyata peneguran yang dilakukan beberapa kali itu tidak membawa hasil, anggota yang melakukan  peneguran itu melaporkan kepada Majelis Jemaat, dengan menyebut nama terlapor, alamat, dosa yang dilakukan, serta peneguran yang telah diberikan kepadanya. Identitas pelapor harus disebutkan dengan jelas.
    1. Setelah mendengar laporan anggota yang tidak berhasil menegur anggota yang jatuh di dalam dosa itu, setelah menguji ternyata laporannya benar, Majelis Jemaat melakukan  peneguran terhadap anggota yang jatuh dalam dosa itu.

Bila pada tahap ini membawa hasil, anggota itu sadar dan bertobat, Majelis Jemaat melakukan percakapan percakapan gerejawi didasari dengan doa dan pembacaan firman Tuhan. Dan bila dianggap layak anggota itu tetap diperbolehkan ikut dalam perjamuan kudus, memilih dan dipilih menjadi pejabat gereja, dan boleh menjadi wali atas anaknya yang dibaptis.

  • Bila ternyata peneguran yang dilakukan beberapa kali oleh Majelis Jemaat itu tidak membawa hasil, dan dosanya sudah tersiar kepada orang banyak, ia tidak diperkenankan ikut dalam perjamuan kudus, memilih dan dipilih menjadi pejabat gerejawi, dan tidak diperkenankan menjadi wali bagi anaknya yang dibaptiskan.         Nama dan halnya diwartakan kepada anggota 2 (dua) hari Minggu berturut-turut agar didoakan oleh anggota dan menjadi peringatan. Sebelum pewartaan dilakukan orang itu dihubungi dan diberitahu lebih dahulu. Majelis Jemaat bersama anggota lainnya terus-menerus melakukan penggembalaan padanya.

4.    Bila sampai tahap ini anggota tersebut sadar dan bertobat, ia dilayani dalam ibadah pengampunan dosa di hadapan majelis atau di hadapan jemaat dalam kebaktian hari Minggu atau hari-hari raya gerejawi. yang dilaksanakan oleh Majelis Jemaat dan dilayani oleh Pendeta, dengan formulir yang ditetapkan oleh GPIL. Sebelum upacara pengakuan dosa dilaksanakan, nama dan halnya orang itu diwartakan kepada anggota dua hari Minggu berturut-turut agar didoakan dan dipertimbangkan. Bila tidak ada keberatan yang sah pada warta terakhir, upacara pengakuan dosa terhadap orang itu dilaksanakan. Pada pokoknya suatu keberatan itu sah apabila: diajukan secara tertulis dengan menyebut nama dan alamat yang jelas, serta dibubuhi tanda tangan atau cap ibu jari penulis, isinya menyatakan bahwa anggota yang jatuh didalam dosa itu belum bertobat dan hidupnya masih bertentangan dengan firman Allah, dan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Dan ternyata keberatannya benar.

5.    Bila segala usaha peneguran itu tidak membawa hasil, Majelis Jemaat setelah mendapat persetujuan dari Majelis Pekerja Klasis, mengucilkan orang itu, yaitu mengeluarkan orang itu dari persekutuan gereja Tuhan, namanya dihapus dari Buku Induk Kewargaan,  dua hari Minggu berturut-turut nama dan halnya diwartakan kepada anggota dan orang itu terlebih dahulu diberitahu. Setelah dikucilkan orang itu tetap didoakan.

6.    Bila anggota yang dikucilkan itu akhirnya sadar dan bertobat, maka mohon pengampunan Tuhan dan masuk menjadi anggota jemaat lagi berlaku seperti Poin 3. dan 4. di atas. Penerimaan kembali dilakukan dengan menggunakan formulir yang ditetapkan oleh GPIL namanya kembali ditulis dalam Buku Induk Kewargaan dengan menggunakan nomor induk kewargaan semula.

7.    Bila anggota baptis dewasa dan/sidi yang jatuh di dalam dosa atau jatuh di dalam dosa dan dikucilkan, dan telah berlaku pada dirinya seperti Poin 3. ; 4. dan 6. di atas, ia diperkenankan ikut perjamuan kudus, memilih dan dipilih menjadi pejabat gereja dan diperkenankan membaptiskan anaknya.

Ayat (3)   :  Penggembalaan Khusus bagi Anggota Baptisan Anak dilakukan:

Bila anggota baptisan anak jatuh didalam dosa yang hidup dan kelakuannya bertentangan dengan firman Allah dan menjadi batu sandungan bagi orang lain, agar bertobat dan kembali hidup sesuai dengan firman Allah, mengakui dengan imannya akan baptisan anak yang telah diterimanya lalu pada saatnya mengaku percaya atau sidi.

Ayat (4)   :  Penggembalaan khusus bagi anggota baptisan anak dilakukan bila yang bersangkutan mengatakan masih berkeinginan tetap menjadi warga.

Ayat (5)   :  Pelaksanaan.

1.    Bila ada anggota yang sudah baptis anak jatuh di dalam dosa, berlaku seperti Ayat (2).1 di atas.

2.    Setelah mendengar laporan anggota yang tidak berhasil dalam menegur anggota yang jatuh di dalam dosa itu, setelah menguji ternyata laporannya benar, Majelis Jemaat melakukan peneguran terhadap anggota yang jatuh di dalam dosa dengan melibatkan orang tua atau walinya. Bila pada tahap ini membawa hasil, anggota itu sadar dan bertobat, Majelis Jemaat melakukan percakapan percakapan gerejawi gerejawi didasari dengan doa dan pembacaan firman Allah. Dan bila dianggap layak anggota itu tetap diperkenankan menjadi pengurus dari badan pembantu.

3.    Bila ternyata peneguran yang dilakukan beberapa kali oleh Majelis Jemaat itu tidak membawa hasil, dan dosanya sudah tersiar kepada orang banyak, ia tidak diperkenankan menjadi pengurus badan pembantu. nama dan halnya diwartakan seperti Ayat (2).3 di atas.

4.    Bila sampai tahap ini anggota tersebut sadar dan bertobat berlaku seperti Ayat (2).4 diatas.

5.    Bila segala usaha peneguran itu tidak membawa hasil, berlaku Ayat (2).5 di atas.

6.    Bila anggota yang dikucilkan itu akhirnya sadar dan bertobat berlaku seperti Ayat (2).6 di atas.

Ayat (6)   :  Bila orang tua dari anggota baptisan anak yang jatuh di dalam dosa ikut bersalah dalam permasalahan anaknya yang bersangkutan, terhadap orang tua yang anggota baptis dewasa dan/sidi dilakukan penggembalaan khusus.

Ayat (7)   :  Penggembalaan khusus terhadap anggota seperti itu, Ayat (6) berlaku sebagaimana ditentukan pada Ayat (2) di atas.

Ayat (8)   :  Penggembalaan Khusus bagi Pejabat Gereja, dilakukan :

Bila pejabat gerejawi jatuh di dalam dosa, hidup dan kelakuannya bertentangan dengan Firman Tuhan, menyalah gunakan jabatannya dan kekuasaannya sehingga menimbulkan kekacauan demikian rupa dan mengakibatkan perpecahan, menjadi batu sandungan bagi orang lain, agar bertobat dan kembali hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.

Ayat (9)   :  Pelaksanaan Penggembalaan Khusus bagi Penatua dan Diaken/Syamas :

  1. Bila ada Penatua atau Diaken jatuh di dalam dosa anggota lain menegur Penatua atau Diaken itu. Bila ternyata peneguran yang dilakukan beberapa kali itu tidak membawa hasil, anggota yang melakukan peneguran itu melaporkan kepada Majelis Jemaat, dengan menyebut: Nama, jabatan, alamat yang jelas, dosa yang dilakukan, peneguran dan hasilnya.
    1. Setelah mendengar laporan anggota yang tidak berhasil menegur Penatua atau Diaken itu, setelah menguji ternyata laporan benar, Majelis Jemaat melakukan peneguran terhadap Penatua atau Diaken yang jatuh dalam dosa itu. Bila pada tahap ini membawa hasil, orang itu sadar dan bertobat, Majelis Jemaat melakukan percakapan gerejawi didasari dengan doa dan pembacaan firman Tuhan. Dan bila dianggap layak, ia tetap diperkenankan ikut dalam perjamuan kudus, tetap di dalam jabatan, tugas dan wewenangnya, diperkenankan memilih pejabat gerejawi, diperkenankan membaptiskan anaknya.
    1. Bila ternyata peneguran yang dilakukan beberapa kali itu, tidak membawa hasil, dan dosanya sudah tersiar kepada orang banyak dan menjadi batu sandungan, ia tidak diperkenankan ikut dalam perjamuan kudus, tidak boleh memilih dan dipilih menjadi pejabat gerejawi,tidak diperkenankan membaptiskan anaknya, jabatan gerejawinya ditanggalkan. Berlaku seperti Ayat (2).3.
    1. Bila sampai tahapan ini orang tersebut sadar dan bertobat, berlaku Ayat (2).4.
    1. Bila  segala usaha peneguran itu tidak membawa hasil , berlaku Ayat (2).5.
    1. Bila orang yang dikucilkan itu akhirnya sadar dan bertobat, berlaku Ayat (2).6.
    1. Bila orang yang jatuh di dalam dosa dan jatuh di dalam dosa dikucilkan telah berlaku Ayat (2).4 dan Ayat (2).6, maka berlaku Ayat (3).7.

Ayat (10) :  Pelaksanaan Penggembalaan Khusus bagi Pendeta.

  1. Bila ada Pendeta jatuh di dalam dosa anggota lain menegur Pendeta itu. Kemudian berlaku Ayat (9).1.
    1. Setelah mendengar laporan anggota yang tidak berhasil menegur Pendeta yang jatuh dalam dosa itu, setelah menguji ternyata laporannya benar, Majelis Jemaat melakukan peneguran terhadap Pendeta yang jatuh didalam dosa itu. Bila tahap ini membawa hasil, orang itu sadar dan bertobat, Majelis Jemaat melakukan percakapan gerejawi di dasari dengan doa dan pembacaan firman Tuhan . Dan bila dianggap layak, ia tetap diperkenankan ikut dalam perjamuan kudus, tetap didalam jabatan, tugas dan hak/wewenang khususnya, diperkenankan memilih pejabat gerejawi, dan diperkenankan membaptiskan anaknya.
    1. Bila ternyata peneguran yang dilakukan beberapa kali itu tidak membawa hasil dan dosanya sudah tersiar kepada orang banyak dan menjadi batu sandungan, Majelis Jemaat melaporkan kepada Majelis Pekerja Klasis dan meminta Majelis Pekerja Klasis untuk bersama-sama melakukan peneguran terhadap orang itu. Dalam proses peneguran itu, Majelis Jemaat atas persetujuan terlebih dahulu dengan Majelis Pekerja Klasis untuk sementara membekukan tugas dan wewenang khususnya,  selain itu orang itu juga tidak diperkenankan ikut dalam perjamuan kudus, tidak boleh memilih pejabat gerejawi, dan tidak diperkenankan membaptiskan anaknya, 2 (dua) hari Minggu berturut-turut setelah pelaksanaan itu, Majelis Jemaat mewartakan nama dan halnya kepada anggota  agar didoakan dan menjadi peringatan. Bersamaan dengan itu MPK melaporkan kepada MPS,agar MPS menguatkan keputusan itu dan mendoakannya.

Jaminan hidup Pendeta itu tetap dibayar.

Sebelum semua itu dilakukan ia terlebih dahulu diberitahu.

Majelis Jemaat bersama MPK terus-menerus melakukan penggembalaan.

  • Bila sampai tahap ini orang tersebut sadar dan bertobat, ia mengakui dosanya dalam upacara pengakuan dosa dihadapan jemaat dalam kebaktian hari Minggu atau hari-hari raya gerejawi, yang dilaksanakan oleh Majelis Jemaat dan dilayani oleh Pendeta dengan menggunakan formulir yang ditetapkan GPIL.

Sebelum upacara pengakuan dosa dilakukan, nama dan hal itu diwartakan kepada warga, dua kali hari Minggu berturut-turut agar didoakan dan dipertimbangkan. Dan empat minggu sebelum pengakuan dosa orang itu Majelis Jemaat melaporkan kepada Majelis Pekerja Klasis akan rencana tersebut.

Bila tidak ada keberatan yang sah yang datang dari anggota dan/dari Majelis Pekerja Klasis pada warta terakhir, upacara pengakuan dosa kepada orang itu dilaksanakan.

Pada pokoknya keberatan itu sah apabila: diajukan secara tertulis dengan menyebut nama dan alamat yang jelas, serta dibubuhi tanda tangan atau cap ibu jari penulis, isinya menyatakan bahwa anggota yang jatuh di dalam dosa itu belum bertobat dan hidupnya masih bertentangan dengan firman Allah, dan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Dan ternyata keberatannya benar.

  • Bila segala usaha peneguran itu tidak membawa hasil dan usaha penggembalaan terhadap orang itu sudah dianggap cukup, Majelis Jemaat dengan terlebih dahulu atas persetujuan Majelis Pekerja Klasis dan terlebih dahulu mendapat penguatan tertulis dari MPS setelah mendapatkan persetujuan Sidang Sinode Tahunan atau Sidang Siode, mengucilkan orang itu, yaitu mengeluarkan orang itu dari persekutuan  jemaat Tuhan, jabatan pendeta, tugas dan hak/wewenang khusus ditanggalkan, namanya dihapus dari Buku Induk kewargaan.

Dua  hari Minggu sebelum itu dilakukan nama dan halnya diwartakan kepada anggota dan orang itu terlebih dahulu diberitahu. Setelah dikucilkan orang itu didoakan. Jaminan hidup dihentikan.

  • Bila pendeta yang dikucilkan itu kemudian sadar dan bertobat, mohon pengampunan Tuhan dan masuk menjadi anggota jemaat lagi, berlaku Ayat (9).4. Dan penerimaan kembali dilakukan dengan menggunakan formulir yang ditetapkan oleh GPIL, namanya kembali ditulis dalam Buku Induk Kewargaaan dengan menggunakan nomor induk kewargaan semula.
  • Bila Pendeta yang jatuh dosa itu sudah mengaku dosa dan berlaku Ayat (9).4. ia diperkenankan ikut dalam perjamuan kudus,  diperkenankan memilih pejabat gerejawi dan diperkenankan membaptiskan anaknya, dan tugas dan wewenang khususnya dapat ditetapkan kembali. Untuk penetapan kembali tugas dan hak/wewenang khusus itu, setelah satu tahun, sejak pengakuan dosa dilakukan, dilaksanakan oleh MPS atas permintaan tertulis dari Majelis Jemaat yang disetujui  dahulu oleh Majelis Pekerja Klasis. Penetapan dilakukan dalam kebaktian Minggu atau hari-hari raya gerejawi, yang dilaksanakan oleh Majelis Jemaat dan dilayani oleh pendeta dengan menggunakan formulir yang ditetapkan oleh GPIL. MPS memberikan kepadanya surat penetapan kembali. Dua (2) kali hari Minggu sebelum pelaksanaan penetapan, nama dan rencana penetapan itu diwartakan kepada anggota agar didoakan.

Ayat (11) :  Pelaksanaan Penggembalaan Khusus bagi Pendeta Emiritus.

  1. Pelaksanaan Penggembalaan Khusus Ayat (10).1-6 berlaku bagi Pelaksanaan Penggembalan Khusus bagi Pendeta Emiritus dengan tambahan: “pendeta” menjadi: Pendeta Emiritus.
  2. Bila ada Pendeta Emiritus jatuh di dalam dosa berlaku Ayat (10).1.
  3. Setelah mendengar laporan anggota yang tidak berhasil menegur Pendeta Emiritus berlaku Ayat (10).2.
  4. Bila peneguran yang dilakukan beberapa kali itu tidak membawa hasil, berlaku Ayat (10).3.
  5. Bila sampai tahap ini orang tersebut sadar dan bertobat berlaku Ayat (10).4.
  6. Bila segala usaha peneguran itu tidak membawa hasil berlaku Ayat (10).5.
  7. Bila Pendeta Emiritus yang dikucilkan itu akhirnya sadar dan bertobat berlaku Ayat (10).6.
  8. Bila Pendeta Emiritus yang jatuh dosa itu sudah mengaku dosa dan sudah berlaku Ayat (10).4, ia diperkenankan ikut dalam perjamuan kudus, diperkenankan memilih  pejabat gerejawi, diperkenankan membaptiskan anaknya, dan tugas serta hak/wewenang khususnya dengan sedirinya pulih kembali. Pemulihan kembali dilaksanakan oleh MPS dengan surat penetapan, setelah mendengar laporan tertulis dari Majelis Jemaat yang  direkomendasi oleh Majelis Pekerja Klasis.
  9. Bila Pendeta Emiritus yang dikucilkan itu sadar dan bertobat, sudah mengaku dosa dan diterima kembali berlaku Ayat (10).8.

BAB XVIII

USAHA-USAHA

Pasal 56

Pemberitaan Injil

Ayat (1)   :  Pemberitaan Injil (PI)/kesaksian adalah pemberitaan tentang Tuhan Yesus Kristus dan pekerjaanNya seperti yang tersebut dalam Alkitab.

Ayat (2)   :  Pemberitaan Injil (PI) /kesaksian itu adalah panggilan bagi semua orang percaya baik sendiri maupun bersama dan ditujukan kepada semua orang di dunia ini.

Ayat (3)   :  Pemberitaan Injil (PI)/kesaksian dilakukan dengan percakapan-percakapan dari pribadi kepada pribadi dan dengan berbagai usaha lainnya dengan berbagai cara yang bersifat PI /kesaksian.

Ayat (4)   :  Orang yang mendengar Injil dan yang menjadi percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dibimbing untuk memasuki jemaat Kristen untuk menjadi satu dalam persekutuan tubuh Kristus.

Ayat (5)   :  PI/Kesaksian dilakukan oleh :

  1. Semua anggota jemaat/gereja.
  2. Majelis Jemaat dan badan-badan pembantu majelis jemaat.
  3. Klasis dan badan-badan pembantu klasis.
  4. Sinode dan badan-badan pembantu sinode.

Pasal 57

Pelayanan Diakonia

Ayat (1)   :  Pelayanan Diakonia adalah segala usaha dan pekerjaan yang dilakukan dalam menyatakan kasih kepada sesama manusia.

Ayat (2)   :  Untuk memujudkan pelayanan Diakonia dengan baik, jemaat, klasis dan sinode dapat membentuk badan-badan Diakonia.

Pasal 58

Usaha-Usaha lain

GPIL melakukan usaha-usaha seperti:

  1. Melakukan usaha-usaha sosial,
  2. Melakukan usaha-usaha ekonomi,
  3. Melakukan usaha-usaha kesehatan,
  4. Melakukan usaha-usaha pendidikan,
  5. Melakukan usaha-usaha pelayanan bagi:orang-orang tersisih dan menderita.

BAB XIX

HUBUNGAN KERJA SAMA

Pasal 59

Hubungan Kerjasama Ekumenis dan Kemitraan

Ayat (1)   :  Hubungan kerjasama ekumenis dan kemitraan adalah hubungan kerjasama antara GPIL dengan gereja-gereja dan/badan-badan gerejawi di luar GPIL. Hubungan kerjasama ekumenis mewujudkan keesaan gereja Yesus Kristus di dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya.

Ayat (2)   :  Dalam hubungan kerjasama ekumenis dan kemitraan GPIL mengakui:

  1. Bahwa pada hakekatnya Gereja Yesus Kristus adalah Esa dan merupakan persekutuan orang-orang percaya yang menjawab panggilan Allah untuk bersekutu, bersaksi dan melayani.
  2. Bahwa gereja-gereja di dunia adalah bagian dari satu keseluruhan yaitu Gereja Yesus Kristus yang Esa.
  3. Gereja Protestan Indonesia Luwu mengakui dan menghormati bahwa masing-masing gereja mempunyai identitasnya sendiri dan tidak saling mengatasi dan menguasai dan tidak saling mengambil alih peran masing-masing.

Ayat (3)   :  Majelis Jemaat berperan aktif dalam hubungan kerjasama ekumenis dan kemitraan setempat.

Ayat (4)   :  Majelis Pekerja Klasis berperan aktif dalam hubungan kerjasama ekumenis dan kemitraan  se-wilayah.

Ayat (5)   :  Sinode melalui MPS berperan aktif dalam hubungan kerjasama ekumenis dan kemitraan  nasional maupun internasional.

Ayat (6)   :  Hubungan kerjasama ekumenis dan kemitraan adalah dalam bidang persekutuan, kesaksian dan pelayanan.

Ayat (7)   :  Hubungan kerjasama ekumenis dan kemitraan yang dilakukan Majelis Jemaat, Klasis dan sinode GPIL berpedoman tata kerja yang disusun oleh MPS.

BAB XX

P E R K U N J U N G A N

Pasal 60

Jenis Perkunjungan

Ayat (1)   :  Perkunjungan jemaat, adalah perkunjungan umum dan perkunjungan khusus.

Ayat (2)   :  Perkunjungan Klasis.

Ayat (3)   : Perkunjungan Sinode

Pasal 61

Perkunjungan Jemaat

Ayat (1)   :  Perkunjungan umum, bertujuan untuk mengenal kehidupan jemaat, pertumbuhannya, kedewasaannya. Mendorong, menghibur dan menasehati. Membantu menyelesaikan masalah-masalah yang tidak dapat diselesaikan sendiri meningkatkan kehidupan bersama dalam Klasisnya dan Sinode.

Ayat (2)   :  Perkunjungan khusus, berkenaan dengan penggembalaan khusus, pendewasaan jemaat. Panggilan pejabat gereja dan bila ada hal-hal yang membahayakan kesaksian dan kehidupan jemaat.

Ayat (3)   :  Yang mengunjungi adalah MPS dan/atau MPK

Pasal 62

Perkunjungan Klasis

Ayat (1)   :  Perkunjungan Klasis bertujuan untuk mengenal kehidupan Klasis, pertumbuhan dan kedewasaan Klasis. Mendorong, menghibur dan menasehati. Membantu menyelesaikan masalah-masalahnya yang tidak dapat diselesaikan sendiri. Meningkatkan kehidupan bersama dalam Klasis dan Sinode.

Ayat (2)   :  Yang mengunjungi adalah MPS dan yang dikunjungi adalah MPK.

Pasal 63

Perkunjungan Sinode

Ayat (1)   :  Perkunjungan Sinodal bertujuan untuk mengenal kehidupan Sinode, pertumbuhan dan kedewasaan Sinode.

Ayat (2)   :  Yang mengunjungi adalah jemaat dan klasis.

BAB XXI

HARTA MILIK DAN PERBENDAHARAAN

Pasal 64

Pengertian

Ayat (1)   :  Harta milik dan perbendaharaan GPIL adalah milik Tuhan yang dipercayakan kepada GPIL untuk dikelola dalam rangka mewujudkan tugas panggilan GPIL.

Ayat (2)   :  Harta milik perbendaharaan GPIL terdiri:

  1. Uang dan surat-surat berharga.
  2. Barang-barang bergerak yaitu, kendaraan, mesin-mesin, inventaris kantor, meja, kursi, mimbar, dan peralatan lainnya.
  3. Barang-barang tidak bergerak yaitu: Tanah, gedung gereja, pastori, kantor-kantor, balai pertemuan dan bangunan-bangunan lainnya.

Pasal 65

Perolehan

Ayat (1)   :  Harta milik dan perbendaharaan GPIL diperoleh dari:

  1. Iuran anggota jemaat.
  2. Donasi  anggota jemaat, para simpatisan GPIL, para donatur GPIL, para mitra GPIL.
  3. Jasa giro, bunga diposito dan hasil usaha yang tidak bertentangan dengan firman Allah.

Ayat (2)   :  Persembahan syukur anggota jemaat melalui:

  1. Persembahan Mingguan.
  2. Persembahan bulanan.
  3. Persembahan tahunan.
  4. Persembahan khusus, Hari-hari Besar Gerejawi, Baptis, Sidi, Perjamuan Kudus, Pernikahan, dan persembahan syukur lainnya.

Pasal 66

Pengelolaan

Ayat (1)   :  Tugas dan wewenang pengelolaan harta milik dan perbendaharaan GPIL dilaksanakan dengan mengadakan, memelihara, mengembangkan, dan mempergunakannya bagi kemuliaan Nama Tuhan.

Ayat (2)   :  Penyimpan surat- surat maupun barang-barang  berharga milik GPIL, baik di jemaat, klasis, maupun sinode wajib membuat surat pernyataan di atas meterai dan ditandatangani.

Pasal 67

Pemeriksaan

Ayat (1)   :  Laporan pertanggungjawaban pengelolaan harta milik dan perbendaharaan dibuat secara periodik dan diperiksa oleh Badan Pemeriksaan Perbendaharaan GPIL.

Ayat (2)   :  Badan Pemeriksa Perbendaharaan Jemaat dipilih oleh anggota jemaat yang anggota-anggota bukan Majelis Jemaat.

Ayat (3)   :  Badan dan iksa Perbendaharaan Klasis diangkat oleh sidang klasis yang anggota-anggotanya bukan anggota Majelis Pekerja Klasis.

Ayat (4)   : Susunan, masa bakti, fungsi, dan tata cara pelaporan Badan dan Pemeriksa Perbendaharaan di tingkat Jemaat dan Klasis; sama dengan yang berlaku di tingkat Sinode GPIL.

Ayat (5)   :  Badan dan Pemeriksa Perbendaharaan Sinode diangkat oleh Sidang Sinode yang anggota-anggotanya bukan anggota badan bentukan Sidang Sinode lainnya dan badan bentukan BPS GPIL.

BAB XXII

P E N U T U P

Pasal 68

Peraturan Khusus

  • Yang belum diatur dalam Tata Dasar dan Tata Rumah Tangga diatur di dalam Peraturan GPIL.
  • Segala sesuatu yang belum diatur di dalam Tata Dasar, Tata Rumah Tangga dan Peraturan GPIL, diatur berdasarkan keputusan dalam Persidangan Majelis Jemaat, Persidangan Klasis dan Persidangan Sinode, sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Dasar, Tata Rumah Tangga, dan Peraturan GPIL.

Pasal 69

Masa Berlaku

Tata Rumah Tangga ini mulai berlaku pada saat ditetapkan dan disahkan padaSidang Sinode XV tahun 2014 dan Peraturan Rumah Tangga yang ada sebelumnya dinyatakan tidak berlaku.