KESELARASAN ANTARA IMAN DI HATI DAN PENGAKUAN DI MULUT

Minggu, 6 Maret 2022 (Minggu Sengsara II)  Stola Ungu

Bacaan Alkitab : Roma 10:8b-13

Tujuan : Agar  warga  jemaat  hidup  selaras dalam iman dan pengakuan di mulut.

Dalam   kekristenan,   pengakuan   dan   kepercayaan adalah dua hal yang tak terpisahkan dan berperan penting dalam kehidupan beriman.  Ketika seseorang   percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, percaya kepada firman-Nya, maka dibutuhkan pula sebuah pengakuan yang benar melalui mulutnya. Bahwa dengan hati seseorang percaya, namun dengan mulutnya pun ia harus mengaku, dan keduanya harus seiring sejalan atau berjalan secara beriringan. Sebab percaya dalam hati saja tidaklah cukup, harus dibuktikan dengan pengakuan melalui mulut.   Jadi, apa yang seseorang akui dengan mulutnya itu bersumber dari kepercayaan dalam hatinya

Dalam perikop pembacaan kita hari ini kata “Mengaku” dan “Percaya” muncul dua  kali di ayat 9 : Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, … ; ayat 10 : Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan. Di mana keduanya tak dapat dipisahkan, karena iman ada di hati dan  pengakuan terletak di mulut. Bahwa   percaya/iman  yang   sungguh   akan   terungkap dalam pengakuan di mulut. Hal itu menunjukkan bahwa hati  dan  mulut  saling melengkapi     yaitu  “percaya” (keyakian hati) dan “mengaku” (menggunakan mulut). Tidak ada pengakuan mulut yang tidak berakar dari rasa percaya  di  hati.  Sebab  bila  kepercaya  itu  tidak  ada dalam hati, maka pengakuan di mulut hanya kata-kata kosong belaka.

Sebuah pengakuan  bukanlah sesuatu yang hanya kita lakukan sendiri dalam arti tertutup di sebuah kamar sama seperti halnya berdoa pribadi. Dalam ayat ini jelas yang dimaksud adalah pengakuan di depan jemaat. Sebab iman bukanlah suatu hal yang seharusnya kita letakkan dalam- dalam di hati kita lalu menyembunyikannya dari orang lain, atau menjadikannya seperti sebuah rahasia yang harus ditutupi dari orang banyak. Justru pengakuan iman itu adalah pengakuan dalam ucapan terbuka bahwa Yesus adalah Tuhan dan pengakuan bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati.   Cara pengakuan iman yang terbuka dan diucapkan dengan suara  ini  dan  bersama-sama  di  antara  jemaat  dalam ibadah sama seperti ketika masa kini kita mengucapkan Pengakuan  Iman  Rasuli.  Kalimat  “Aku  percaya,  … “   diucapkan   bersama-sama   di   mulut   dengan   suara nyaring sebagai keyakinan bersama.

Dengan demikian rasul Paulus menekankan hal beriman sesunguhnya bukan hanya soal percaya dalam hati, tetapi juga mengaku dengan mulut. Hal beriman bukan hanya soal pribadi tetapi juga terkait dengan kesaksian dan pernyataan kepada orang banyak (komunitas/persekutuan). Akan tetapi juga bukan bermaksud pamer. Pengakuan dengan mulut sangat ditekankan oleh Paulus, terkait dengan latar belakang kehidupan umat Tuhan/orang percaya pada masa itu. Di mana  orang-orang  Kristen  merupakan  kelompok minoritas yang sering ditekan dan dianiaya. Di tengah situasi seperti ini, godaan untuk menutupi (atau bahkan menyangkali) iman selalu menghadang di tengah jalan. Lebih  teaptnya  ada  harga  mahal  yang  harus  dibayar, sebab bisa-bisa nyawa mereka melayang.

Nah, situasi itulah yang mendorong rasul Paulus mengingatkan dan menekankan pada umat Tuhan pentingnya   untuk mengakui Yesus Kristus di depan umum. Mengakui iman kita di depan orang banyak menunjukkan bahwa kita benar-benar mengimani Yesus serta menghormati dan menaati Dia. Ya, bagi Paulus ketakutan   untuk   menyatakan   dan   mengakui   iman bukanlah  ciri  khas  iman  yang  sejati.  Ancaman  dan tekanan yang mungkin dapat membuat pengikut Kristus menderitaan tidak semestinya menggentarkan iman yang mereka yang benar.

Oleh karena itu pada ayat 8, Paulus mengatakan : “Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan  di  dalam  hatimu.”  Ya,  benar  Firman  itu  ada  di dalam  mulut  kita,  Firman  itu  melekat  di  bibir  kita. Firman itu berada di dalam hati kita. Firman itu dekat di “mulut”  kita  berarti  bahwa  Firman  Tuhan  tersebut juga cukup mudah untuk disampaikan kepada orang lain. Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menyampaikan Firman  Tuhan  tersebut  kepada  orang  lain.  Pengertian frasa “di hati” berarti Tuhan telah menaruh Firman tersebut dalam hati setiap orang percaya. Hal ini sejalan dengan apa yang disaksikan oleh penulis Injil Yohanes, Yohanes 1 :14 : “Firman itu telah menjadi manusi, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagi Anak Tunggal Bapa penuh kasih karunia dan kebenaran“

Dengan begitu sebagai orang percaya , kita percaya dengan hati bahwa Yesus Kristus adalah Penebus kita, maka kita dibenarkan. Lalu dengan mulut kita, kita mengakui bahwa Yesus Kristu adalah Tuhan dan Juru Selamat kita, maka kita diselamatkan dari belenggu dosa. Dengan hati dan mulut kita, kita mengimani dan memperkatakan bahwa Yesus adalah Juruselamat dan Anak Tunggal Allah.   “Mengaku dengan mulut dan percaya dengan hati” memungkinkan setiap orang dapat selamat karena keselamatan itu adalah anugerah, bukan karena perbuatan baik. Sebab Percaya dalam hati merupakan hasil pekerjaan Roh Kudus yang bersaksi tentang Yesus dalam hati ketika mendengarkan berita Injil. Dan Roh Kudus bersaksi dengan roh kita bahwa kita adalah anak-anak Allah.

Pada akhirnya Mereka yang mengaku dengan mulut dan percaya dalam hati dapat dikenali dari perilaku hidupnya. Ia akan hidup seperti Kristus hidup. Karena itu orang  yang  percaya  kepada  Kristus  disebut  Kristen karena hidupnya mengikuti kehidupan Kristus. Ketika orang  mengaku  dengan  mulutnya  akan  terdengar  di telinga orang. Waktu ia percaya dalam hatinya akan terpancar dari perilaku dan perbuatannya. Dengan demikian orang yang sungguh percaya dalam hati pasti akan mengalami pembaharuan hidup menuju keserupaan dengan Yesus Kristus. Orang percaya pasti berbuat baik namun  bukan  lagi  supaya  selamat  melainkan  karena sudah selamat.

Di jaman sekarang kita yang percaya kepada Kristus tidak mengalami aniaya secara fisik seperti umat Tuhan yang dikisahkan dalam kitab Roma. Namun iman kita harus tetap terpancar dari perilaku dan perbuatan kita. Iman  yang  tanpa  disertai  perbuatan  adalah  iman  yang
mati. Seperti tubuh tanpa roh mati, demikian iman tanpa- perbuatan adalah mati. (Yak 2:17, 26). Orang yang percaya kepada Kristus akan dapat dikenali baik oleh manusia apalagi oleh Allah bukan hanya terdengar dari pengakuan mulutnya tapi juga dari keagungan perbuatannya, Amin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *