PENGORBANAN YANG MENGAGUNGKAN

Jumat, 15 April 2022 (Jumat Agung)          Stola Ungu

Bacaan Alkitab     :    Yohanes 19:28-37

Tujuan :  Agar warga jemaat memahami bahwa kematian Yesus adalah keagungan-Nya

Pada ibadah Jumat Agung ini, kita diajak untuk merefleksikan / merenungkan makna penderitaan dan pengorbanan Kristus di Golgota. Setelah mengalami penderitaan yang begitu besar, Tuhan Yesuspun mati, namun kematian yang secara sadar dan atas kehendak- Nya sendiri (ay 30) inipun belum juga mengakhiri penderitaannya sebab jasad yang tak bernyawa itupun masih ditikam lambungnya. Tentu penikaman tersebut bukan tanpa alasan sebab sejatinya para prajurit itu ingin segera menyelesaikan tugasnya. Tentu bukan atas keinginannya sendiri tetapi karena permintaan orang- orang Yahudi (ay 31) walaupun yang diminta oleh orang Yahudi bukan penikaman lambung-Nya tetapi pematahan kaki para orang yang disalibkan. Permintaan tersebut bertujuan untuk mempercepat kematian dari orang yang disalibkan. Artinya dengan mematahkan kaki dari orang yang disalib maka kematian itu semakin cepat dan kematian orang yang disalib ditentukan oleh orang yang mematahkannya.

Menarik untuk menyimak perkataan Tuhan Yesus di atas kayu salib, “sudah selesai”. Kata “Sudah Selesai” hanya patut diucapkan oleh orang yang benar-benar bekerja dan melaksanakan tugasnya dengan baik atau hanya patut diucapkan oleh orang yang yakin bahwa apa yang  telah  dilakukannya  itu  berjalan  berjalan  dengan baik,    karena    dikerjakan   dengan sungguh-sungguh.Sehingga  dengan  mantap  dan  senang  ia  mengucapkan “sudah selesai”. Pada masa itu kata ini digunakan oleh:

Hamba: Hamba/budak menggunakan kata ini sewaktu mereka menyelesaikan pekerjaan dan melaporkan pada majikannya. Hamba itu akan berkata “Tetelestai” yang berarti seorang hamba/budak telah menyelesikan pekerjaan yang diberikan padanya sesuai yang diinginkan majikannya (tepat waktu).

Imam: Para imam menggunakan kata ini setelah memeriksa dengan teliti hewan korban (tidak bercacat) yang akan dipersembahkan. Jika korban diterima maka para imam akan mengatakan “Tetelestai” yang berarti sempurna.

Seniman: Di saat para seniman menyelesaikan pekerjaan mereka, mereka akan mundur kebelakang atau memandang dari kejauhan (mengamati dari berbagai sudut), maka ia akan berkata “Tetelestai” yang berarti karya/gambar atau lukisan yang dihasilkan sempurna.

Saudagar/pedagang: Dalam proses transaksi jual beli, ketika pembelih sudah membayar, maka pedagang akan memberikan kwitansi sebagai bukti pembayaran dimana didalam kwitansi tertulis kata “Tetelestai” yang berarti kewajiban telah di bayar penuh/lunas.

Tidak jauh berbeda apa yang terjadi dengan Tuhan Yesus seperti yang tertulis di dalam perikop bacaan kita hari ini. Kita mendapati kata “Tetelestai” yang berarti sudah selesai. Ya, kita tahu bersama bahwa kata-kata terakhir dari seseorang sebelum menutup mata adalah kata-kata terpenting dalam kehidupan seseorang. Biasanya, seluruh keluarga dikumpulkan untuk men- dengarkan beberapa pesan atau kata-kata terakhir dari orang yang akan meninggal. Dua kata di atas “Sudah Selesai” merupakan dua kata terakhir yang diucpkan oleh Tuhan  Yesus  sebelum  menghembuskan  nafas  terkahir dan menyerahkan nyawanya di atas kayu salib. Kata “Sudah Selesai” dalam bahasa Yunani “Tetelestai”, berasal dari kata “teleo”, artinya “mencapai tujuan akhir, menyelesaikan dan menjadi sempurna”

Kata ini menyatakan keberhasilan akhir dari sebuah tindakan. “Sudah Selesai”, sudah sempurna, semua sudah selesai yang direncanakan, semua sudah selesai sesuai dengan yang diinginkan. Tuhan Yesus sudah menyelesaikan semua yang diinginkan dan dikehendaki Bapa. Tuhan Yesus menyelesaikannya dengan sempurna, tanpa kekurangan sesuatu apapun. Hal ini menekankan beberapa hal:

Pertama,  Yesus  Kristus  sebagai  hamba  Allah,  Ia telah menyelesaikan tugas khusus yang dipercayakan kepadaNya dalam kesetiaan dan ketaatan (Yoh. 17:4).

Kedua, Yesus Kristus sebagai seorang imam yang Agung   tidak   bertindak   lagi   sebagai   orang   yang memeriksa korban persembahan, melainkan memberikan diriNya sebagai korban yang sempurna dan tak bercacat/tak bernoda.

Ketiga, Yesus Kristus sebagai seorang seniman yang telah memperbaiki dan menyempurnakan kita “sebagai gambar Allah” yang telah rusak karena dosa.

Keempat, Yesus Kristus sebagai seorang pedagang/ saudagar telah  bertindak membayar  lunas  hutang dosa kita (karena kita tidak mampu membayarnya). Pembayar- an itu bukan dengan barang yang fana, melainkan dengan darahNya yang kudus.

Di saat Tuhan Yesus mengucapkan kata “Tetelestai”, itu sebuah teriakan kemenangan, bukan ungkapan kekalahan  dan  kegagalan,  juga  bukan  kesudahan  dari sebuah frustasi seorang tokoh yang gagal dalam misinya. Pernyataan tesebut adalah pernyataan paling indah yang pernah diucapkan Tuhan Yesus walaupun hanya sekali saja, namun dampaknya berlaku    sepanjang masa. Pernyataan  itu  adalah  puncak,  klimaks,  dan  inti  dari karya keselamatan yang diberikan Tuhan Yesus kepada kita.

Iman Kristen memaknai bahwa sengsara, pengorban- an, kematian Kristus sebagai karya keselamatan Allah yang sempurna/Kasih Yang Sempurna dari Allah. pertama, karena peristiwa kematian Kristus dinubuatkan terlebih dahulu oleh para nabi, khususnya oleh nabi Yesaya. Jadi bukan sebuah peristiwa yang lazim/ kebetulan terjadi. Kedua, seluruh kehidupan dan pelayanan  Tuhan  Yesus  menunjukkan  hubungan  yang erat dengan nubuat para nabi, maka peristiwa kematian Kristus  dimaknai  sebagai  suatu  kematian  orang  benar yang  berhasil  hidup  kudus  di  hadapan  Allah.  Iman Kristen berdasarkan kesaksian Alkitab, dan yang dikuatkan oleh dokumen-dokumen sejarah secara pasti menyatakan  bahwa,  Yesus  Kristus  mati  di  atas  kayu salib. Peristiwa kematianNya telah membawa suatu dampak yang begitu besar dalam sejarah, sehingga umat Kristen dapat hadir dan berperan secara transformatif dalam gelanggang sejarah.

Kehadiran kita ditentukan oleh Tuhan Allah sendiri yang memiliki diri kita dan gereja ini. Mari kita bersatu hati menunjukkan kepada dunia bahwa gereja ini adalah gereja  yang dimiliki Tuhan  sehingga  tidak  bergantung kepada pihak manapun. Namun demikian, kita juga harus menyadari bahwa kehadiran kita juga harus menjadi berkat bagi yang lainnya baik berkat bagi sesama warga jemaat, antar jemaat dan juga masyarakat kita. Sebab, sesungguhnya   kamatian   Kristus   adalah   perwujudan kemandirian diriNya dan juga berkat bagi yang lainnya. Mari meneladani kamatian Kristus ini dalam kehidupan kita baik sebagai pribadi-pribadi maupun dalam persekutuan ini. Tuhan memberkati kita semua. Amin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *