HIDUP DALAM KESALEHAN (Yesaya 58:1-12)

Minggu, 5 Februari (Stola Hijau)

Tujuan : Agar warga jemaat memamahami dan mampu hidup dalam kesalehan

Kalau dalam kamus besar bahasa Indonesia, kesalehan berasal dari kata “saleh” yang berarti taat dan sungguh-sungguh menjalankan ibadah, suci dan beriman. Kesalehan berarti kepatuhan dalam menjalankan ibadah atau kesungguhan menunaikan ajaran agama. Dalam perjanjian lama kesalehan adalah kualitas utuh, tidak kurang, tidak bercela yakni taat pada kehendak Allah dengan sungguh-sungguh dan segenap hati baik, batiniah maupun lahiriah. Sementara dalam perjanjian baru, lebih pada sikap pribadi yang tepat terhadap Allah yang terpancar dari sikap hidup.

Jika kita memperhatikan dengan baik pembacaan ini, menunjukkan kepada kita bahwa betapa Allah sangat membenci ibadah yang berpura-pura atau orang yang menganggap dirinya rohani tetapi rupanya tidak menunjukkan kehidupan yang betul-betul rohani. Yesaya disuruh Tuhan harus menyampaikan pelanggaran dan dosa bangsa Israel yakni sikap atau tindakan yang mengelabui sebagai cara hidup beragama yang tidak benar. Dan karena itu Allah dengan tegas bahwa “dengan caramu berpuasa seperti sekarang ini, suaramu tidak akan didengar ditempat tinggi”(ayat 4).
Kesalehan yang diinginkan Tuhan dalam pembacaan kita saat ini bukan terletak pada sekedar tindakan patuh terhadap aturan agama namun dalam kerohanian yang palsu mengabaikan kasih sayang, mengabaikan kemurahan hati, mengabaikan penguasaan diri yang terlihat pada tindakan-tindakan bangsa Israel dengan menindas sesama, bertindak semena-mena, bagi orang- orang miskin dan lain-lain. Disini, sebenarnya Tuhan mengajarkan kesejatian dari apa yang dimaksud dengan ibadah atau kehidupan rohani.

Kesalehan rohani tidak berarti menghilangkan kepekaan sosial yang terjadi dalam kehidupan bersesama melainkan semakin meneguhkan bahwa kasih kepada Allah diwujudkan dalam penyataan kasih kepada sesama. (mat 22:37-40). Oleh sebab itu dalam surat 1 Yohanes 2:9 “barang siapa berkata, bahwa ia berada dalam terang, tetapi ia membenci saudaranya, ia berada dalam kegelapan sampai sekarang”. Ia menganggap dirinya adalah anak Tuhan, dengan rajin beribadah dan menganggap dirinya sudah dalam terang, namun ia sendiri membenci saudaranya, dikatakan bahwa ia pun masih hidup dalam kegelapan. Ketaatan pada agama tidak ada artinya dihadapan Tuhan jika tidak disertai hidup saleh dan ketaatan pada hukum Allah serta belas kasihan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Ada juga terkadang, orang yang memamerkan kesalehannya, ibadahnya, dan ritual-ritual agamanya seolah-olah hanya dia yang layak masuk surga sehingga tindakan pengakuan diri yang berlebihan mengakibatkan dirinya telah menjadi batu sandungan bagi yang lainnya. Hal inipun tidak boleh terjadi.

Untuk itu, saudara-saudara seiman. Setelah kita mendengar Firman Tuhan saat ini tindakan yang benar ialah kita hidup rendah hati, hidup dalam ketaatan pada hukum atau Firman Allah yang menyelamatkan yakni hidup dalam kebenaran yang terbit dari kasih penuh belas kasihan sperti Allah yang telah mengutus anaknya yaitu Yesus Kristus membebaskan kita dari belenggu dosa, demikianlah kiranya hidup kita dapat menjadi alat Tuhan untuk membebaskan sesama yang hidup dalam tekanan pergumulan, dan persoalan-persoalan lainnya. sebab demikianlah iman kita bercahaya ketika kesalehan hidup kita berdampak bagi orang lain. Galatia 6: 2 “bertolong- tolonganlah menanggung bebanmu! Demikanlah kamu memenuhi hukum Kristus. AMIN.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *