BERDOALAH UNTUK KESEJAHTERAAN BERSAMA (YEREMIA 29:1-14)

Selasa, 6 Februari (HUT GPIL ke-58) Stola Hijau

Tujuan : Agar warga jemaat berdoa dan mengusahakan kehidupan bersama yang penuh sejahtera Dalam Tuhan.

Bergumul dalam Pengharapan (Struggling in Hope) itulah sebuah judul buku yang berjumlah 904 halaman. Sebuah karya-karya penghargaan bagi Pdt. Eka Darmaputera (alm). Bergumul menggambarkan keberadaan atau eksistensi hidup orang beriman dalam dunia ini. Itu berarti hidup tidak statis (tetap), tetapi juga tidak utopis (khayalan), melainkan hidup dengan mempedulikan masalah-masalah hidup mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar. Dan sumber motivasi dalam pergumulan ini adalah pengharapan. Bukankah kita selalu berharap hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari ini.


Pesan ini juga yang disampaikan oleh Yeremia kepada bangsa Israel yang berada di Pembuangan di negeri Babel, kita bisa membayangkan 70 tahun mereka sebagai tawanan. Situasi itu dapat memunculkan semangat nasionalisme dan kesadaran kolektif sebagai satu bangsa dan satu tanah air mulai muncul ketika rakyat merasa senasib dan sepenanggungan di bawah penjajahan bangsa lain. Situasi dan kondisi itulah yang membuat mereka menggalang persatuan yang tidak lagi dibatasi oleh identitas kesukuan atau keagamaan secara sempit, melainkan sebagai sesama anak bangsa yang bersama berjuang untuk kebebasan bangsanya.


Yeremia dalam suratnya kepada seluruh bangsa Israel yang berada di pembuangan berpesan untuk tidak hanya meratapi nasib di tempat pembuangan di Babel, melainkan mengusahakan kesejahteraan kota itu dan berdoa bagi kota itu. Tidak hanya itu saja, sekalipun mereka ada di dalam pembuangan, Tuhan ingin agar mereka bangkit dari situasi meratapi diri, lalu berbuat sesuatu bagi kota di mana mereka ditempatkan oleh Tuhan.


Situasi yang sulit yang sedang mereka hadapi itu adalah kesempatan yang baik untuk mulai membenahi kehidupan rohani dalam hubungannya dengan Tuhan serta membangun kehidupan yang lebih baik dalam semangat kebersamaan. Tuhan memerintahkan mereka supaya membangun kehidupan tanpa kehilangan identitas mereka sebagai umat pilihan Tuhan. Walaupun mereka berada di Babel, Tuhan akan tetap memelihara kehidupan umat-Nya. Dan Tuhan memerintahkan agar mereka turut serta mengusahakan kesejahteraan kota dimana mereka dibuang dan juga mendoakannya, sebab kesejahteraan tempat dimana mereka tinggal juga adalah menjadi kesejahteraan hidup mereka.


Keunikan isi surat nabi Yeremia tersebut adalah mampu memberikan solusi yang lebih kongkrit, lebih realistis dan lebih positif. Umat Israel diajak untuk memaknai kehidupan mereka di negeri asing dengan mendirikan rumah untuk didiami, menanam dan mengelola kebun, membangun keluarga yang baru, dan mengusahakan kesejahteraan kota serta mendoakan kota tersebut.
Firman Tuhan katakan: “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu.” Konsekuensi dari pelanggaran mereka memang harus ditanggung, tetapi yang menarik adalah di dalam penghukuman itu Tuhan masih menyatakan kasih setia-Nya bagi umat-Nya. Ia tidak ingin mereka putus asa karena kepedihan dan ratapan sebagai bangsa buangan, melainkan bangkit membangun kehidupan, menggapai masa depan yang masih terbentang luas bagi generasi selanjutnya.
Kata kunci dalam teks Yeremia 29:7 adalah kesejahteraan. Kata benda ini berasal dari kata sifat “sejahtera” yang dalam bahasa Ibrani, yaitu Syalom, dan bahasa Yunani yaitu Eirene. Kata Syalom dan Eirene memiliki makna yang dalam dan kompleks. Syalom dan Eirene bukan hanya suatu kondisi sehat, utuh dan damai, tetapi berarti selamat, makmur, mujur dan tenteram.
Dalam suratnya itu, Yeremia menasehati supaya orang-orang Israel Selatan (Yehuda) tersebut tetap melanjutkan kehidupan mereka di tanah pembuangan. Pertama, membangun rumah dan membuat kebun (Yer. 29:4-5). Kedua, menikah dan memiliki keturunan (Yer. 29:6). Ketiga, mengusahakan kesejahteraan kota dan berdoa bagi kota itu (Yer. 29:7). Keempat, tidak mendengarkan tenungan-tenungan palsu, mimpi-mimpi palsu, dan nubuat-nubuat palsu (Yer. 29:8-9).


Yeremia adalah nabi yang bergumul dengan dirinya, bergumul dengan panggilan bersama bangsanya dan bergumul dengan konteks di mana ia hadir. Yeremia berkata, “…karena kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu”. Melalui pernyataan tersebut, tersirat tiga (3) makna. Pertama, bahwa kesejahteraan kota sangat bergantung pada apa yang direncanakan dan diupayakan oleh para penduduknya. Kedua, bahwa kesejahteraan kota merupakan tanggung jawab setiap orang yang menjadi bagian kota itu. Ketiga, bahwa kesejahteraan kota akan memberi dampak, baik secara langsung maupun tidak langsung, bagi setiap penduduknya.


Bila narasi Yeremia ini dikaitkan dengan kondisi di negeri kita,tentu saja situasinya lain. Kita bukanlah orang-orang buangan. Banyak dari antara kita telah lahir di bumi pertiwi sejak mulanya. Kita adalah Warga Negara Indonesia. Maka, kita mampu berbuat lebih daripada orang-orang Israel di pembuangan. Kalau mereka saja sebagai bangsa buangan diminta untuk berbuat sesuatu yang mendatangkan kesejahteraan kota di mana Tuhan membuang mereka, maka kita tentu lebih dari mereka. Kita patut membangun kesejahteraan negara kita sendiri, tanah tumpah darah dan tanah air kita.


Identitas etnis, kesukuan dan keagamaan memang tetap ada dan tidak akan pernah dapat hilang. Namun kita mau meletakkan itu semua di bawah satu identitas dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu) yang menyatukan kita, sehingga panggilan kita bersama yaitu menghadirkan kedamaian dan keadilan bagi semua ciptaan.


Kita bersyukur pada Tuhan, kalau hari ini kita memperingati/merayakan HUT GPIL ke-58, mengajak kita bereflleksi atau merenung: Pertama, kita perlu meperbaharui semangat dan komitmen para pelayannya. Kita sebagai pelayan ketika diurapi menjadi pendeta dan diteguhkan sebagai penatua dan diaken harus memiliki komitmen untuk melayani Tuhan dan jemaat-Nya, seperti yang telah dinyatakan para pendahulu kita dalam memberikan dirinya untuk gereja Tuhan ini. Kedua, kita perlu memperbaharui semangat dan kemitmen kita dalam pengembangan sumber daya manusia, itu berarti kita mendorong para pelayan kita untuk meningkatkan kemampuan mereka dengan melanjutkan studi ke berbagai jenjang Pendidikan. Ketiga, kita harus memperbaharui semangat dan komitmen kita menopang pelayanan GPIL ditingkat Jemaat, Klasis dan Sinode menuju kemandirian dalam bidang dana. Hal itu dapat terwujud Ketika kita semua warga GPIL mengambil bagian secara bersama-sama, tanpa terkecuali dalam perarakan membangun gereja Tuhan ini.


Karena itu, jadilah pendoa bagi gereja dan kota kita. Jika kita telah menjadi pendoa bagi gereja dan kota, maka kita, sudah menjadi penjaga gereja dan kota kita melalui doa. Berdoalah untuk Pemilu (Pileg dan Pilpres) pada tanggal 14 Februari 2024 agar semua berjalan dengan damai, aman dan jujur. Selamat Ulang Tahun Gereja Protestan Indonesia Luwu (GPIL) ke-58. Tuhan memberkati kita. Amin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *